Uraian yang terukur dan diskursus demikian secara langsung mengajak konstituen lebih aktif mengemban kewargaannya.
Para kandidat dalam ajang tersebut, memberikan pilihan-pilihan secara terbuka untuk memilih calon pemimpin mereka.
Sehingga, ketika pemimpin yang mereka pilih tersebut mendapat amanah, para konstituen berhak menagih janji-janji Politik yang diusung dimasa kampanye. Demikianlah diawal lahirnya konsep "Social Contact", pemilih memberi amanah kepada calon pemimpin mereka yang diharapkan mengerjakan amanah yang mereka harapkan.
Konstituen bukan malah bungkam, karena sebelumnya para kandidat sudah membeli suara mereka dengan sejumlah uang. Karena hal yang wajar, ketika para kandidat mengeluarkan banyak rupiah untuk untuk 'membeli' suara pemilih. Maka, dimasa pemerintahannya, mereka berupaya memulangkan sejumlah uang tersebut.Â
Untuk itu, kita tidak memilih berdasar sejumlah uang murahan tersebut. Ketika kandidat yang memberikan uang tersebut menang, mereka hanya akan mengupayakan pengembalian uang melalui ijin-ijin usaha yang menguntungkannya, pengeluaran ijin proyek-proyek yang tidak peduli itu untuk kepentingan rakyat atau merusak lingkungan dan kebijakan lainnya untuk kepentingannya.
Demikianlah, panggilan ke jalan politik memang memiliki daya tarik tersendiri. Serentetan figure yang disandera atas bermacam kasus penyalahgunaan kekuasaannya, hingga berakhir di dalam jeruji besi pun seakan tidak menghambat gelombang baru menggantikan.
Untuk itulah cerdas dan semakin matang dalam mengemban kewargaan, mengawas berjalan nya pemerintahan dan semakin matang dalam politik itu sendiri, menjadi hal yang dimutlakkan untuk kemakmuran.
Semoga kita tidak terjebak dan terkeco, sehingga memilih ilalang diantara gandum itu. Tapi, sebaliknya dengan cerdas dapat memilih gandum itu meskipun diantara ilalang-ilalang dan semakin matang didalam berpolitik dengan akal sehat dan hati nurani.