Mohon tunggu...
Agustri Mardika Leuf Bnani
Agustri Mardika Leuf Bnani Mohon Tunggu... Penulis Lepas

Menulis adalah api yang menyalakan cahaya empati—jembatan yang menghubungkan kesadaran dengan 'yang lain', suatu dialog imajiner dengan realitas. Ia membuat penalaran bergerak tanpa takut, menguji kelenturan refleksif. Sapere Aude!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyingkap Hegemoni Kekuasaan Politik Indonesia Bersama Antonio Gramsci

3 Februari 2025   18:50 Diperbarui: 3 Februari 2025   17:29 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sketsa Antonio Gramsci (Sumber: id.Pinterest)

Dalam sejarah politik Indonesia, kekuasaan selalu memainkan peranan yang sangat deterministik dalam membentuk struktur sosial dan budaya masyarakat. Kekuasaan politik tidak hanya bekerja melalui instrumen hukum atau tindakan represif aparat, tetapi lebih halus dan tersembunyi dalam wacana ideologis yang diterima oleh masyarakat. Pemikiran Antonio Gramsci menawarkan kunci untuk menyingkap mekanisme kekuasaan semacam ini. Dengan konsep hegemoni, Gramsci membuka pemahaman baru kepada kita tentang bagaimana dominasi kelas penguasa tidak hanya dicapai melalui dominasi institusional dan terstruktur secara kasat mata, tetapi juga melalui pengendalian terhadap ideologi dan budaya yang membentuk kesadaran kolektif. 

Dalam konteks Indonesia, hegemoni politik meresap ke dalam setiap dimensi kehidupan sosial, membentuk sebuah jaringan pengaruh yang tak tampak namun mengikat. Mulai dari sistem pendidikan, arus media, hingga ruang-ruang publik yang seolah bebas, semuanya disusupi oleh ideologi yang dipelihara oleh kelas penguasa. Ideologi ini, meskipun nampak sebagai konsensus yang diterima secara universal, sebenarnya merupakan sebuah konstruksi yang dibaluti oleh kepentingan-kepentingan pejabat negara, yang secara diam-diam mendominasi dan mengendalikan narasi-narasi yang ada. Dalam banyak hal, ia berfungsi bukan sebagai ekspresi dari kehendak kolektif, melainkan sebagai instrumen untuk melanggengkan dan mengokohkan dominasi kelompok yang berada di posisi kekuasaan.

Melalui artikel singkat ini saya mencoba mengelaborasikan bagaimana itu terjadi di Indonesia. Dengan berpijak pada kerangka pemikiran Gramsci sebagai pisau analisis untuk menyingkap bagaimana hegemoni kekuasaan politik di Indonesia beroperasi, mengeksplorasi cara-cara dominasi ideologis yang diproduksi dan diterima, serta bagaimanaperan intelektual berperan dalam membongkar struktur kekuasaan yang tampaknya kokoh dan tak tergoyahkan. 

Sekilas Tentang Antonio Gramsci.

Antonio Gramsci (1891--1937) adalah seorang filsuf, sosiolog, dan tokoh politik asal Italia yang dikenal karena pemikirannya tentang hegemoni, intelektual organik, dan peran budaya dalam kekuasaan politik. Lahir di Sardinia, Gramsci terlibat aktif dalam gerakan sosialis dan menjadi salah satu pendiri Partai Komunis Italia. Pada tahun 1926, ia ditangkap oleh rezim fasis Benito Mussolini dan dipenjara selama hampir 11 tahun, periode di mana ia akan menjadi sangat produktif dengan menulis karya-karya penting yang kemudian dikenal sebagai Prison Notebooks (Gramsci, 1971).

Pemikiran Gramsci berfokus pada cara kelas dominan mempertahankan kekuasaan mereka tidak hanya melalui dominasi institusional, tetapi juga dengan mengontrol ideologi dan budaya. Konsep hegemoni Gramsci menunjukkan bahwa dominasi ideologis dapat diterima oleh masyarakat sebagai pseudo-norma kolektif, yang kental oleh balutan kepentingan(Forgacs, 2000). Selain itu, Gramsci juga mengemukakan pentingnya "intelektual organik", yang berasal dari kelas tertindas dan berfungsi untuk membentuk kesadaran kolektif dalam melawan hegemoni tersebut. Pemikirannya memberikan kontribusi besar bagi teori sosial dan politik, yang relevan hingga saat ini, terutama dalam analisis hubungan kekuasaan dan budaya (Harman, 2009).

Hegemoni dan Dominasi Ideologis

Gramsci memandang hegemoni sebagai bentuk kekuasaan yang lebih subtil dibandingkan dominasi langsung melalui tindakan represi atau legislasi. Menurutnya, kelas penguasa mempertahankan posisi dominannya dengan cara mengendalikan pandangan dunia (world view) dan nilai-nilai etis yang diterima oleh masyarakat luas. Ini tercapai melalui institusi-institusi budaya seperti media, pendidikan, agama, dan seni, yang tidak hanya mengarahkan perilaku masyarakat, tetapi juga membentuk cara berpikir mereka tentang dunia (world view). Pemikiran ini menjadi titik penting dalam teori sosial Gramsci, karena menyoroti bagaimana ideologi kelas penguasa dapat diterima oleh masyarakat tanpa adanya paksaan eksplisit (Gramsci, 1971).

Dalam konteks Indonesia, pemikiran ini dapat dilihat dalam bagaimana struktur kekuasaan dan ideologi beroperasi secara terstruktur, sistematis dan masif dalam lanskap politik Indonesia. Sejak kemerdekaan, Indonesia mengalami beberapa periode hegemoni yang dipertahankan oleh kekuatan politik besar, baik di masa orde lama, orde baru, hingga reformasi. Dalam setiap era tersebut, ideologi negara sering kali diproduksi dan disebarkan melalui media dan pendidikan untuk memastikan penerimaan ideologi dominan oleh masyarakat.

Di era Orde Lama hingga Orde Baru, pernah dibentuk sistem proporsional tertutup dalam pemilihan umum, yang mengutamakan perolehan suara partai. Orde Lama (Sukarno) misalnya, sistem ini membentuk demokrasi terpimpin, dengan mana eksekutif mendominasi secara signifikan, mengaburkan keseimbangan antara otoritas rakyat dan penguasa, serta menggeser esensi partisipasi kolektif dalam pengambilan keputusan. Ketika Orde Baru dimulai, Soeharto menghidupkan kembali sistem ini dalam Pemilu, yang berlangsung selama enam periode. Namun, sistem tersebut mengandung cacat struktural yang mendalam, salah satunya dengan memperkuat oligarki kepartaian yang menghalangi terciptanya partisipasi politik yang sejati. Pada masa itu, hegemoni partai besar, seperti Golongan Karya (GOLKAR), semakin menguat, mengkristalkan ketidakadilan dalam proses politik dan menjauhkan kekuasaan dari kehendak rakyat yang bebas dan adil (Tempo.co).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun