Mohon tunggu...
Fiksiana

AKU SITA

1 November 2015   20:09 Diperbarui: 1 November 2015   20:27 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

              Deru mesin membangunkan aku pagi itu. Setengah terjaga, aku masih di atas kasur kecilku yang hangat dan nyaman. Aku mengamati ruangan, buku - buku berserakan di lantai. Lampu kamar yang temaram, tak baik dipakai belajar apalagi membaca. Setidaknya, aku ingat nasihat itu dari ayah. Aku diam sejenak, mengatur pernapasan. Nasihat kedua dari ayah yang aku patuhi pagi ini. Ayah pernah mengingatkan, kebiasaan mengatur napas setidaknya tiga menit, baik untuk kesehatan. Lima menit kemudian, aku mulai beranjak dari ranjang. Lantai kamarku dingin rupanya, tetapi lantai kamar mandi lebih dingin dari apapun pagi itu. aku melangkah keluar dari kamar mandi.

              Kubuka pintu kamar, menyusuri lorong asrama dengan cahaya lampu kekuningan. Beberapa kamar di kanan dan kiri masih tertutup rapat. Aku menguap tiga kali dalam perjalanan menuju halaman belakang asrama. Disana, tak kurang dari sepuluh kali ucapan selamat pagi aku berikan ditambah dengan senyum manis untuk kakak kelas yang sedang mencuci pakaian. Piyama yang kupakai tak cukup menahan hawa dingin yang masih terasa. Ketika aku mendapatkan apa yang aku cari, sebuah handuk biru. Langsung saja kupakai jadi selimut dalam perjalanan kembali ke kamar.

***

           Entah mengapa, pagi itu semua orang terlihat bersemangat mencuci. Halaman belakang asrama lebih ramai dari hari-hari biasanya. Dan di sana, dia menyapa semua orang sambil menebar senyum. Anak dengan piyama biru bergambar doraemon tadi menghilang. Tak berapa lama, dia berlari dengan handuk besar mengulung badannya. Suara sandalnya menghantam lantai menambah bising area belakang. Rupanya dia terpeleset di pintu belakang. Anak itu bangkit, mangaduh beberapa kali. Kemudian memungut sepasang sandal biru yang terlepas dari kakinya. Dia terlihat memasuki asrama sambil membersihkan handuk birunya.

***

            Kamarku mulai ramai, ketika aku kembali. Aku masuk dan betul saja, teman – teman satu kamarku sudah bangun. Sudah lima bulan aku satu kamar dengan mereka. Setiap pagi, kami bergiliran mandi. Hari ini aku yang pertama. Semua berjalan seperti biasanya, kecuali jatuh terpeleset sisa air dari hujan semalam. Tadi aku terpeleset, membuat paha kiriku membiru dan sakit sekali rasanya. Salah satu kakak kelas memberiku obat oles. Aku memakainya, dan bau badanku aneh sekali pagi itu. Seperti bau kakek – kakek dengan balsam di sekujur tubuhnya. Tak kuhiraukan, aku berangkat sekolah dengan teman – teman.

            Inilah bangunan sekolahku, sekolah impian tepatnya. Dahulu, aku punya keinginan bersekolah di Pulau Jawa. Sekarang aku menjadi siswa di salah satu sekolah internasional di Pulau Jawa. Aku mendapat beasiswa satu tahun yang lalu. Ketika aku menjadi juara olimpiade fisika. Pihak panitia menawarkan beasiswa penuh untuk masa sekolah menengah atas-ku nantinya. Mereka memberi tiga pilihan sekolah, dan aku harus lolos tes masuk salah satu dari ketiga sekolah tadi. Syukurlah aku diterima di sekolah pilihan kedua yang ditawarkan kepada ayah. Sebelumnya aku sempat gagal tes masuk di sekolah pilihan pertama.

          Aku sangat bahagia ketika itu, keempat kakakku semuanya laki – laki. Dan ayah amat bahagia, salah satunya karena aku akan tumbuh lebih baik dengan teman – teman perempuan di asrama sekolah daripada dengan empat kakak laki – laki yang berisik dan usil. Aku masih memikirkan rumah hingga sampai di kelas. “haaah” pelajaran panjang akan segera dimulai.

***

            Bel tanda pulang sudah berdering 1 jam yang lalu. Beberapa siswa sedang menikmati waktu bersama, melepas penat setelah waktu panjang yang melelahkan di kelas. Halaman sekolah penuh dengan anak – anak kecil yang membawa alat – alat renang. Kolam renang sekolah memang terbuka untuk umum, selain waktu pelajaran sekolah tentunya. Seorang gadis dengan ransel yang sama modelnya dengan milik anak – anak SD di bawah, terlihat berjalan di beranda lantai tiga. Kemudian hilang di tangga, ia kembali terlihat di ujung koridor lantai dua,lalu kembali tak terlihat karena sedang menuruni tangga. Mukanya terlihat lebih jelas setelah ia tiba di lantai satu. Muka yang letih, namun tampak jelas ia sedang memikirkan sesuatu. Selain, bau badan yang bercampur aroma balsam, gadis itu terlihat sedang terganggu dengan hal lain.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun