Mohon tunggu...
Humaniora

Menelaah Sebuah Cerpen Tentang Kejujuran

25 Oktober 2015   20:46 Diperbarui: 25 Oktober 2015   20:46 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tema  

Kejujuran. Karena tema merupakan sebuah ide pokok suatu cerita. Sedangkan pokok bahasan dalam cerpen kartu pos dari surga adalah kebohongan seorang ayah kepada putri kecilnya, dikarenakan kondisi yang memang sulit untuk dijelaskan kepada si anak yang masih kecil.

Tokoh  dan penokohan

  1. Beningnya

Gadis kecil dalam cerpen ini digambarkan sebagai gadis yang lincah. Mobil jemputan sekolah belum lagi berhenti, Beningnya langsung meloncat menghambur. “Hati-hati!” teriak sopir. Tapi gadis kecil itu malah mempercepat larinya. Seperti capung ia melintas halaman. Ia ingin segera membuka kotak pos itu. Pasti kartu pos dari Mama telah tiba. Selain itu, Beningnya juga tokoh gadis kecil yang polos. “Kalu emang Pak Posnya sakit biar besok Beningnya aja yang ke rumahnya, ngambil kartu pos dari Mama.” Namun, ia adalah anak yang memperhatikan hal-hal kecil, ia sangat teliti. Marwan melihat mata Beningnya berkaca-kaca. “Ini bukan kartu pos dari Mama!” Jari mungilnya menunjuk kartu pos itu. “Ini bukan tulisan Mama…”

  1. Marwan

Digambarkan sebagai sosok ayah yang sabar dan bertanggung jawab, tetapi karena keadaan ia harus membohongi anaknya. Marwan juga seorang pemuda yang konyol. Terdapat bagian kisah yang menceritakan kisah masa muda Marwan. Ketika ia mengirim surat untuk dirinya sendiri.

  1. Ren

Ren adalah istri Marwan, ia ibunda Beningnya. Dia adalah seorang wanita karir yang sering berpergian ke luar kota. Karena itu, ia sering mengirimkan surat kepada putrinya. Ia termasuk orang yang penuh perhatian dan cinta. Ren ingin membagikan cinta kepada putrinya, ia mengirim surat atas pengalamannya dengan ayahnya. Ren sejak kanak sering menerima kiriman kartu pos dari Ayahnya yang pelaut. “Setiap kali menerima kartu pos darinya, aku selalu merasa Ayahku muncul dari negeri-negeri yang jauh. Negeri yang gambarnya ada dalam kartu pos itu. Dan ini adalah bentuk kasih sayang Ren pada Beningnya

  • Andai ada Ren, pasti akan dikisahkannya gambar-gambar di kartu pos itu hingga Beningnya tertidur.
  • Pekerjaan Ren membuatnya sering bepergian. Kadang bisa sebulan tak pulang. Dari kota-kota yang disinggahi, ia selalu mengirimkan kartu pos buat Beningnya.
  1. Bik Sari


          Dia merupakan wanita penyayang yang mampu membaca perasaan orang lain, namun ia tak berdaya menolong orang yang ia lihat kesusahan selain ikut bersedih.

Tongkat pel yang dipegangnya nyaris terlepas, dan Bik Sari merasa mulutnya langsung kaku. Ia harus menjawab apa? Bik Sari bisa melihat mata kecil yang bening itu seketika meredup

“Sekarang, setiap pulang, Beningnya selalu nanya kartu pos…” suara pembantunya terdengar serba salah. “Saya ndak tahu mesti jawab apa…” .

  1. Ita

Ita yang merupakan teman satu kantor Marwan, dia adalah orang yang peduli dengan temanya yang sedang kesusahan. Akan tetapi, Ita memiliki sikap yang sulit menentukan pilihan yang terbaik untuk teman yang membutuhkan solusi dari dirinya.

Alur       

cerpen katu pos dari surga memiliki alur campuran. Yaitu campuran antara alur maju dan alur mundur. Di awal kisah, penggambaran peristiwa disajikan menggunakan alur maju. Kemudian alur mundur dipakai ketika menceritakan kisah masa muda Ren. Serta menceritakan peristiwa yang pernah Marwan alami.

Setting 

  1. Tempat

Halaman rumah, ruangan-ruangan di dalam rumah Marwan, kantor Marwan

  • Seperti capung ia melintas halaman. Ia ingin segera membuka kotak pos itu.
  • “Enggak bisa tidur, ya? Mo tidur di kamar Papa?” Marwan menggandeng anaknya masuk.
  • Marwan menatap Ita, yang tampak memberi isyarat agar ia melihat ke sebelah. Beberapa rekan sekantornya terlihat tengah memandang mejanya dengan mata penuh gosip.
  1. Waktu :
  • Marwan melirik jam dinding kamarnya. Pukul 11.20.
  • Marwan masih ngantuk karena baru tidur menjelang jam lima pagi, setelah Beningnya pulas,
  • Ketukan gugup di pintu membuat Marwan bergegas bangun. Dua belas lewat, sekilas ia melihat jam kamarnya.
  1. Suasana
  • Tongkat pel yang dipegangnya nyaris terlepas, dan Bik Sari merasa mulutnya langsung kaku. Ia harus menjawab apa? Bik Sari bisa melihat mata kecil yang bening itu seketika meredup, seakan sudah menebak, karna ia terus diam saja. Sungguh, ia selalu tak tahan melihat mata yang kecewa itu.
  • “Mungkin Pak Posnya lagi sakit. Jadi belum sempet ngater kemari…” Lalu ia mengelus lembut anaknya. Ia tak menyangka, betapa soal kartu pos ini akan membuatnya mesti mengarang-ngarang jawaban.
  • Marwan hanya diam, bahkan ketika anaknya mulai mengeluarkan setumpuk kartu pos dari kotak itu.

 

Menceritakan suasana rumah yang redup, para penghuni di dalamnya tidak merasakan keceriaan setiap harinya.

  • Hawa dingin bagai merembes dari dinding. Bau wangi yang ganjil mengambang. Dan cahaya itu makin menggenangi lantai. Rasanya ia hendak terserap amblas ke dalam kamar.
  • “Beningnya! Beningnya!” Marwan segera menggedor pintu kamar yang entah kenapa begitu sulit ia buka. Ia melihat ada asap lembut, serupa kabut, keluar dari lubang kunci. Bau sangit membuatnya tersedak. Lebih keras dari bau amoniak. Ia menduga terjadi kebakaran dan makin panik membayangkan api mulai melahap kasur.

Menggambarkan kepanikan Marwan dan Bik Sari dengan kondisi kamar Beningnya yang terkunci. Cahaya aneh yang terpancar, membuat keduanya berpikir ada kebakaran di dalam ruangan gadis kecil itu. Tetapi suasana disekitar ruangan juga ganjil dengan hawa magis. Sedangkan Beningnya terdengar sedang bercakap dengan riang di dalam ruangan.

Sudut pandang  

               Pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.

  • Beningnya tertegun, mendapati kotak itu kosong. Ia melongok, barangkali kartu pos itu terselip di dalamnya.
  • Bik Sari merasa mulutnya langsung kaku. Ia harus menjawab apa? Bik Sari bisa melihat mata kecil yang bening itu seketika meredup,
  • Marwan tak berani menatap mata anaknya, ketika Beningnya terisak dan berlari ke kamarnya. Bahkan membohongi anaknya saja ia tak bisa! Barangkali memang harus berterus terang.

Gaya bahasa

mudah dimengerti, sederhana, dan membawa emosi para pembaca.

  • Di kelas, tadi, ia sudah sibuk membayang-bayangkan: bergambar apakah kartu pos Mama kali ini? Hingga Bu Guru menegurnya karena terus-terusan melamun.
  • “Tadi Mama datang,” pelan Beningnya bicara. “Kata Mama tukang posnya emang sakit, jadi Mama mesti nganter kartu posnya sendiri….”
  • Beningnya mengulurkan tangan. Marwan mendapati sepotong kain serupa kartu pos dipegangi anaknya. Marwan menerima dan mengamati kain itu. Kain kafan yang tepiannya kecoklatan bagai bekas terbakar.

 

Amanat

               Kebohongan pasti akan terbongkar, hal ini hanya masalah waktu. Yaitu kapankah kebohongan itu akan terungkap. Karena itulah, lebih baik jujur dari awal.

https://cerpenkompas.wordpress.com/2008/09/21/kartu-pos-dari-surga/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun