Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Artikel Utama

Tradisi Mudik dan Nilai-Nilai yang Perlu Dimaknai

13 April 2022   12:03 Diperbarui: 14 April 2022   10:13 2382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemudik. Warta Kota/Henry Lopulalan

Ketiga, nilai sosial. Keberhasilan yang dicapai ketika merantau ke kota bisa jadi merupakan sebuah kebanggaan terseindiri baik untuk pribadi maupun keluarga.

Dengan mudik, cerita tentang keberhasilan meraih mimpi dapat ditularkan sehingga menginspirasi keluarga, kerabat, dan tetangga lainnya. Selain itu di masyarakat, keberhasilan yang diraih dengan usaha dan kerja keras, secara tidak langsung mampu menaikan status sosial seseorang di mata masyarakat.

Bahayanya, ketika nilai sosial ini akhirnya menyebabkan kita terlena dengan kebanggaan yang berlebihan akibatnya terjebak dalam sifat hedonisme dan konsumerisme.

Gambar Sebagai Ilustrasi/Sumber: live.staticflickr.com
Gambar Sebagai Ilustrasi/Sumber: live.staticflickr.com

Mudik adalah Sarana Menuju Kefitrian

Peristiwa yang menjadi ciri khas persiapan mudik adalah kemacetan dan kepadatan masyarakat di pusat-pusat perbelanjaan. Didukung dengan promo besar-besaran menyambut hari-hari besar keagamaan membuat semua berlomba-lomba membelanjakan uang untuk membeli barang-barang baru.

Parahnya lagi ketika mudik, banyak kendaraan roda empat yang dibooking, padahal biaya penyewaan kendaraan per hari bisa mencapai jutaan/hari.

Hal-hal tersebut memperkuat opini bahwa pamer saat mudik lebih kental ketimbang hal-hal spiritual yang menjadi inti utama perayaan hari-hari besar keagamaan. Sadar atau tidak, makna tradisi mudik yang sesungguhnya luntur akibat sikap hedon dan konsumerisme tersebut.

Padahal sejatinya mudik lebih identik dengan nilai-nilai spiritual sebab di hari Idul Fitri yang dirayakan ketika mudik seharusnya membuat manusia kembali kepada kefitrian jati dirinya sebagai hamba Tuhan.

Kefitrian ini merupakan lanjutan dari ibadah puasa yang dilakukan sebulan penuh sehingga hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan dalam nilai spiritual ini menjadi sempurna, bukan malah sebaliknya karena kalau demikian maka makna luhur dari Kefitrian bisa kabur.

Momen lebaran menjadi sempurna jika hubungan vertikal dan horizontal berjalan beriringan, saat berpuasa pahala dikejar dan setelah berpuasa silaturahmi antar sesama manusia untuk saling memaafkan merupakan kombinasi sempurna untuk meraih kefitrian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun