Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu Iriana Jokowi Dihina dengan Kata-kata Jorok, Masih Beradabkah Kita?

9 September 2017   12:57 Diperbarui: 12 September 2017   16:16 16958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dikutip dari Tribun Pontianak

Iriana atau Ibu Iriana Jokowi lahir di Surakarta 1 Oktober 1963 dan menikah dengan Jokowi di Solo pada 24 Desember 1986.Sejak Jokowi dilantik sebagai Presiden RI pada 20 Oktober 2014 maka Iriana resmilah menjadi Ibu Negara atau juga sering disebut sebagai First Lady Indonesia.
Sebagai Ibu Negara,Iriana bukanlah manusia yang kebal hukum .Kalau ada pelanggaran hukum yang dilakukannya maka proses hukum akan tetap berlaku kepadanya sebagai warga negara .

Tetapi sekarang yang terjadi bukanlah persoalan hukum tetapi yang muncul adalah adanya penghinaan kepada dirinya. Ketika ada yang keberatan Iriana dihina,difitnah lalu muncul reaksi yang membelanya maka sikap tersebut bukanlah sikap politik yang ingin mengagung agungkan Jokowi dan keluarganya.

Ketika First  Lady dihina,dilecehkan dan difitnah maka yang kita bicarakan bukan lagi apakah kita pendukung Jokowi atau tidak.Yang kita persoalkan bukan lagi apakah kita setuju dengan berbagai kebijakan Jokowi atau tidak.Yang kita persoalkan bukan lagi akan memilih Jokowi pada Pilpres 2019 atau tidak. Tetapi yang kita pertanyakan apakah bangsa ini masih bangsa yang beradab atau sekurang kurangnya mengalami degradasi dalam etika dan kesantunan.

Bagaimana mungkin kita masih menyatakan kita bangsa yang beradab sementara ada oknum oknum yang mampu dan sampai hati menghina Ibu Negaranya. Andainya ada kesalahan yang dilakukan oleh Iriana sebagai Ibu Negara tentu kita wajar untuk mengeritik dan mengingatkannya.
Tapi yang terjadi dalam pekan ini justru adanya postingan yang memuat meme dengan kalimat kalimat jorok dan kasar.

Dimana lagi akal sehat kita kalau untuk Ibu Negara Republik ini pun kita sudah mampu menjelek jelekkannya. Apakah tidak ada lagi rasa malu membuat meme dengan tulisan seperti tertera pada foto diatas. Pernahkah si pembuat meme itu membayangkan betapa terhinanya dirinya apabila ada orang lain yang menyebut ibu kandung atau saudara perempuannya dengan tuduhan seperti yang disebutkannya kepada Ibu Negara kita.

Mungkin si pembuat meme terpengaruh dengan kebebasan demokrasi yang berlangsung di negara negara barat.Tetapi perlulah diingat bahwa nilai nilai masyarakat kita sangat jauh berbeda dengan nilai nilai barat. Di film film barat sering kita lihat apabila seorang pemuda jatuh cinta kepada seorang perempuan maka pemuda itu akan mendatangi orang tua si perempuan. Pemuda itu lalu berkata " Saya mencintai putri Anda dan apakah Anda mengizinkan saya menikah dengannya?"

Saya belum bisa bayangkan kalau hal seperti ini terjadi di negeri kita.Kalau ada pemuda yang bertanya seperti itu maka masyarakat akan menyebut dia tidak beradat. Masyarakat kita punya aturan sendiri berdasarkan adat masing masing tentang tata cara peminangan dan bukan langsung si pemuda meminang pacarnya kepada orang tua nya.

Contoh tersebut merupakan contoh kecil perbedaan kita dengan budaya barat. Oleh kita dan oleh banyak warga dunia ,selalu menyebut masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang ramah tamah,suka bergotong royong ,punya sopan santun yang tinggi serta hidup secara guyuban. Tetapi akhir akhir ini nilai nilai yang demikian semakin terasa berkurang.Apakah ini akibat globalisasi yang melanda semua bahagian dunia ini atau juga mungkin karena terjadinya pergeseran nilai nilai pada masyarakat kita.

Dalam konteks yang demikian maka meme yang menghina Ibu Negara tidak salah juga ditinjau dari dua sisi,1).mungkin si pembuat meme secara politik tidak senang dengan Jokowi dan keluarganya atau,2).terjadinya pergeseran nilai nilai budaya yang dianutnya. Kalau memang terjadinya pergeseran nilai nilai hanya menyangkut diri pribadinya tentu tidak terlalu menjadi urusan kita tapi kalau memang pergeseran nilai nilai itu mewabah untuk sebahagian besar warga bangsa maka hal ini akan menjadi masalah serius.

Menurut pendapat penulis ,adanya pergeseran nilai juga tidak dapat dipisahkan dengan tumbuh kembangnya berita berita hoax melalui medsos. Dengan ber medsos ria seolah olah setiap orang bebas menghujat orang lain.Banyak orang yang semena mena menyatakan apa saja yang di hatinya dan tanpa ragu memostingnya melalui akunnya atau akun orang lain.

Ketika memostingnya dia juga tidak memikirkan apakah orang lain tersinggung atau tidak.Seolah olah dengan penuh kebanggaan dia memberitahu orang lain ,padahal yang diberitahukannya itu adalah berita bohong yang dikutipnya dari orang lain atau justru yang diciptakannya sendiri. Para netizen yang membaca berita bohong atau hoax itu lama kelamaan terbiasa dengan berita bohong ,malahan berita bohong itu dianggapnya menjadi berita yang benar.Ada yang menyebut hanya sekitar 36 persen para netizen yang mau mem verifikasi postingan sedangkan yang 64 persen lagi menelan mentah mentah isi berita hoax tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun