Mohon tunggu...
Tuty Yosenda
Tuty Yosenda Mohon Tunggu... profesional -

hanya perempuan kebanyakan dengan cita-cita 'kebanyakan' ;-) , yaitu jadi penonton, pemain, penutur, wasit, sekaligus ... penghibur. (^_^) \r\n\r\nblog personal saya adalah yosendascope.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merdeka Itu Memerdekakan

16 Agustus 2011   01:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:45 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua Nabi pernah menjadi penggembala.

*

Pertanyaannya : Apakah yang dilakukan oleh para penggembala seperti mereka ?

Sebagaimana biasa, mereka membebaskan gembalaannya dari kandang tertutup, untuk kemudian dibimbing menuju ruang terbuka.

“Lenturkan kakimu, wahai kaki empat !Saatnya belajar menjadi mahluk merdeka, bukan hewan piaraan yang terikat pada kemapanan.”

“Lenturkan pengamatanmu itu, dik ! Tinggalkan dulu buku-bukumu. Mari kita membaca sebuah buku yang lebih luas, menyeluruh, dan hidup. Yaitu hamparan Alam.”

Sepanjang siang, para gembalaan itu dibebaskan untuk melakukan apa saja, sejauh mereka tidak membahayakan dirinya ataupun pihak lain. Bahaya ada dimana-mana, tapi selama ada penggembala, mengapa takut ? Meski bekerja dalam diam, tak ada yang luput dari mata penggembala, mata yang sesenyap kolam jernih tak beriak itu.

Menggembala ternyata merupakan masa-masa belajar, sebelum akhirnya para kandidat pemimpin (baca : Nabi) itu menerima mandat untuk menjadi penggembala bagi umatnya. Menggembala bukan hanya tentang membebaskan para gembalaan dari ‘kandang’ pengamatannya yang sempit dan tertutup, lalu membawa mereka pada perspektif-tanpa-batas. Menggembala artinya memandu, memfasilitasi, mempersiapkan mereka untuk belajar hidup, dan belajar menjadi dirinya sendiri di tengah kehidupan yang makin terbuka.

“Lihatlah ketakterbatasan itu, dik. Lihat jugalah pohon-pohon itu. Mereka itu tidak mungkin tersesat, juga tidak akan ditelan oleh ketakterbatasan. Karena mereka berpegang-teguh pada akarnya sendiri.”

“Langit yang luas itulah yang menjadi semacam pagar dan pembatasmu, dik. Namun ingat, ia hanya membatasimu dari dunia-tanpa-batas berikutnya.”

[caption id="" align="aligncenter" width="355" caption="sumber : blackmirror"][/caption] Kepada penggembala, Alam luas nan bersahaja itu mengajarkan apa artinya merdeka. Mata penggembala begitu terbiasa dengan ketakterbatasan langit, hingga suatu saat mereka menemukan bahwa segalanya adalah tentang keseimbangan dan harmoni (baca : ekosentrisme).Jauh berbeda dengan para penggembala palsu yang pengamatannya sesempit ‘kandang berpagar’, dan ketertutupannya membuat mereka mengira bahwa segalanya adalah tentang diriku (baca : egosentris). Perspektif terbatas ini tidak mengenal rasa aman, apalagi memahami arti kata cukup, meski kekayaan mereka jauh lebih besar daripada bagian yang tersisa untuk mayoritas. Alangkah bedanya dengan penggembala sejati yang merasa cukup dengan kekayaan batinnya, dan merasa puas dengan ketidakterikatannya dengan kemegahan duniawi ! Dengan kekayaan batin semacam itu, mana mungkin kemewahan ala maharaja memiliki daya untuk memikat mereka ? Dengan kemerdekaan jiwa sebesar itu, kekuasaanpun tak mampu menggetarkan mereka, entah kekuasaan yang ditawarkan sebagai hadiah ataupun kekuasaan yang diancamkan. Langit hanyalah batas terlihat yang menutupi dunia-tak-terbatas, tak-terlihat, juga tak-terukur. Bagaimana mungkin kita menukar kesempatan hidup yang tak-terukur itu dengan kemegahan terukur ? Adakah ukuran yang bisa digunakan untuk menimbang kekuasaan ‘langitan’ yang datang kepada seorang penggembala besar bernama Musa, ketika ia mendengar berita tentang bahaya yang akan dihadapi para ‘gembalaan’nya, juga ketika ia tahu bagaimana cara menyelamatkan umatnya ? Jelas bukan kemerdekaan Musa yang menjadikan dirinya seorang Nabi, penggembala sejati itu. Ia menjadi penggembala sejati, karena kerelaannya menjadi sosok yang memerdekakan sesamanya. Ia menjadi pemimpin yang gaungnya terdengar jauh melampaui berbagai zaman, setelah perspektif tentang diri-individualnya mati, membebaskan perspektif diri-universal yang tadinya tersembunyi.

Sejarah lalu mengenang Musa sebagai penggembala perkasa yang mengeluarkan umat Yahudi dari kegelapan perbudakan menuju cahaya kebebasan.

Juga seorang penggembala agung bernama Muhammad, yang mengeluarkan umatnya dari era kebodohan, serta memperkenalkan cahaya pembebasan berupa gagasan persamaan derajat dan kesatuan umat manusia.

Juga segelintir ilmuwan sejati, para penggembala kreatif yang melepaskan kita dari dunia keterukuran dan kepastian, dan menawarkan dunia-tak-terukur yang penuh kemungkinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun