Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Rahmatullah Safrai

Founder Sekumpul EduCreative dan Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Budaya Tercerabut, Ekosistem Rusak: Potret Luka Pembangunan Kota Cilegon

28 September 2025   19:51 Diperbarui: 28 September 2025   19:51 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
M. Maki, Ketum Ikatan Mahasiswa Cilegon saat bertanya dalam sesi diskusi (Foto Rifki)

"Ini berarti warga Cilegon kini punya tameng hukum untuk bicara," kata Dani penuh optimisme. Ia mengajak masyarakat untuk berani bersuara, untuk membangun kesadaran bahwa menjaga budaya sama dengan menjaga alam. "Kalau kita biarkan budaya hilang, itu sama saja kita biarkan bumi mati," tambahnya.

M. Maki, Ketum Ikatan Mahasiswa Cilegon saat bertanya dalam sesi diskusi (Foto Rifki)
M. Maki, Ketum Ikatan Mahasiswa Cilegon saat bertanya dalam sesi diskusi (Foto Rifki)

Diskusi Budaya #4 di Caf Luang Persona akhirnya berakhir menjelang tengah malam. Namun, pesan yang tertinggal terasa jauh lebih panjang. Bahwa Cilegon bukan hanya cerobong asap, bukan hanya kota industri. Ia pernah, dan masih bisa, menjadi kota santri dengan akar budaya yang kokoh.

Kearifan lokal yang diwariskan lintas generasi sejatinya bukan sekadar warisan romantis, tetapi juga pengetahuan ekologis---cara bertahan hidup di tanah yang rawan. Menjaga budaya berarti menjaga ekosistem, karena keduanya tumbuh dari tanah yang sama.

Masihkah ada upaya untuk menyelamatkan lingkungan di Kota Cilegon? Maka langkah pertama yang mendesak adalah menegakkan regulasi lingkungan dengan ketat dan konsisten. Tata ruang kota harus dikembalikan pada prinsip keseimbangan antara industri, ruang hijau, dan ruang hidup masyarakat. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tidak boleh menjadi formalitas, melainkan dijalankan sebagai instrumen perlindungan ekosistem.

Pemerintah perlu menekan industri baja dan energi agar mengurangi emisi, mengelola limbah dengan benar, dan menyediakan kompensasi ekologis berupa ruang terbuka hijau serta perlindungan pesisir. Pembangunan harus memperhitungkan daya dukung alam yang kini sudah kritis, agar Cilegon tidak hanya menjadi kota pabrik, tapi juga ruang hidup yang sehat bagi warganya.

Di sisi lain, kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat harus dipulihkan sebagai bagian dari strategi penyelamatan lingkungan. Tradisi agraris, nilai-nilai pesantren, serta ritual budaya yang menekankan harmoni dengan alam dapat menjadi fondasi kesadaran ekologis baru. Program pendidikan lingkungan berbasis komunitas, gerakan warga untuk menanam kembali pohon, hingga advokasi hukum yang melindungi pejuang lingkungan, semua harus dirangkai menjadi gerakan kolektif. Menjaga budaya berarti menjaga bumi; menyelamatkan alam berarti menyelamatkan identitas. Cilegon hanya bisa bertahan sebagai kota yang bermartabat bila pembangunan, budaya, dan lingkungan berjalan seiring.

foto bersama usai diskusi (Foto Sobirin)
foto bersama usai diskusi (Foto Sobirin)

Diskusi malam itu memberi pengingat sederhana namun kuat, di balik hiruk-pikuk modernisasi, masih ada akar yang menunggu untuk tumbuh kembali. Tugas kita adalah merawatnya dengan keberanian, solidaritas, dan ingatan kolektif. Sebab tanpa budaya, manusia akan kehilangan arah; tanpa alam, manusia akan kehilangan hidup.

Diskusi di Caf Luang Persona bukan sekadar forum intelektual, tapi panggilan aksi. Di kota seperti Cilegon, menjaga kearifan budaya sama pentingnya dengan menyelamatkan lingkungan. Diharapkan, dari ruang-ruang kecil seperti inilah, kesadaran besar bisa tumbuh.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun