Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gadis Penjual Pukis

9 Juni 2025   06:22 Diperbarui: 9 Juni 2025   06:27 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri: Ilustrasi dari grup WhatsApp Satu Pena Jawa Timur

Freya pun berdiri di podium kebanggaan memengang piala dan uang saku yang terbilang besar. Kedua bibirnya merekah. Wajahnya bak mentari yang bersinar. Kebahagiaan dan kebanggan bercampur menjadi satu. 

Kompetisi usai, Freya bergegas mengayuh sepeda untuk pulang. Ia tak sabar ingin mengabarkan keberhasilaannya dengan wajah sumringah kepada sang ibu dan adiknya. Luka di lututnya kini bak tidak pernah terjadi. Kesenangan itu bak pelangi yang mengubah raut wajah Freya yang terbiasa kusut seketika.

Di sepanjang perjalanan pulang senyum dan peluk kebanggan dari sang ibu sudah terbayang akan didapatkan Freya. Pun begitu dengan tawa kecil sang adik yang menambah warna hari. 

Freya sempat terbawa suasana sesaat hingga akhirnya ia terhiyak dengan ingatan kondisi sang ibu sebelum berangkat tadi pagi menampar diri. Hujan deras turun mengguyur tubuh Freya yang sudah sampai beberapa meter menuju rumah. Tapi lagi-lagi pemotor ugal-ugalan menyerempetnya hingga membuat luka baru di sikut kanan. "Astagfirullah", tukas Freya. 

Tujuh menit ia sampai di halaman rumah. Tapi ia kaget bukan kepalang melihat bendera kuning sudah berkibar di pohon rambutan depan rumah. Rumahnya pun tampak telah didatangi banyak orang. Jejak-jejak sandal masih membekas. Tanah merah tercecer di mana-mana.  

Sontak Freya mencari keberadaan sang ibu di setiap sudut rumah tapi hasilnya nihil. "Ibu... ibu.. ibu... kamu di mana? Aku pulang, Bu". Perasaan takut berhasil mendekap dirinya setelah mencium aroma kapur barus. Freya kembali ke halaman rumah. Di sanalah ia melihat pecahan kendi dan bunga yang semula tidak terlihat. 

Seorang tetangga yang lebih dulu pulang dari pemakaman menegurnya, "Sabar ya Freya. Ibumu tadi pagi meninggal dunia. Warga lupa mengabarimu lantas kami cepat-cepat mengurus pemakaman ibumu". Sontak Freya berlari menuju pemakaman sembari menangis histeris.

Sesampainya di pemakaman, tampak adiknya duduk di sebelah makam sang ibu berbalut derai air mata yang tak berkesudahan. Freya ambruk seketika. Tubuhnya terkulai lemas tak berdaya sambil memeluk makam sang ibu. Tangisnya kian menjadi dan pecah tak terbendung lagi menyempurnakan duka sang adik. 

"Bu... Aku sudah memenangkan lomba ini demi ibu. Demi aku bisa membawamu ke rumah sakit. Akan tetapi mengapa saat perjuangan ini membuahkan hasil, ibu malah meninggalkan aku", sesal Freya karena tak mampu menjaga sang ibu dengan baik. Butuh waktu berjam-jam menguatkan mereka untuk beranjak pulang dari pusaran. 

Sekitar pukul delapan malam Freya dan sang adik baru bisa kembali ke rumah. Sendu sedan belum juga usai. Kini mereka kelimpungan seperti anak ayam yang kehilangan induk. Kesadaran belum juga memeluk kakak beradik itu. Rumah benar-benar hening tanpa kehadiran sang ibu. Malam itu sungguh terasa lebih panjang dibandingkan dengan malam-malam sebelumnya. 

Ayam berkok, kedua mata Freya masih saja sembab. Sedikit pun tak ada rasa kantuk. Belum juga genap satu hari sang ibu meninggalkan mereka namun kerinduan sudah membuncah. Akhirnya Freya terdorong untuk berbaring di kamar mendiang sang ibu. Tepat di atas meja rias yang mulai usang ia mendapati sepucuk surat. Kedua tangannya bergetar membuka pelan-pelan surat tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun