Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Bank Sampah sebagai Media Penangkal Bencana

16 Februari 2021   07:38 Diperbarui: 16 Februari 2021   07:47 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Akan tetapi keefektifan dari bank sampah dalam mengurai permasalahan limbah rumah tangga itu kembali pada kemampuan mengelola, mengembangkan dan apresiasi khalayak umum untuk mengambil kemanfaatan darinya.

Sudah barang tentu kemampuan untuk itu semua harus dilandasi dengan adanya kesadaran diri secara personal yang selanjutnya merambat menjadi kehendak bersama.

Menyinggung tentang efektivitas kehadiran bank sampah di tengah-tengah masyarakat, spontanitas ingatan saya menghubungkannya dengan sepenggal cerita di balik harum manis rambut nenek. Harum manis rambut nenek merupakan salah satu camilan yang saya tunggu-tunggu dikala hari Minggu tiba. 

Masih tergambar jelas di kepala, waktu itu saya masih duduk di bangku sekolah dasar, dan salah satu keceriaan saya justru banyak tersimpan di hari Minggu. Mungkin kita semua paham dan pernah mengalaminya, umumnya anak-anak seusia sekolah dasar, libur sekolah adalah hal yang menggembirakan. 

Selain mengisi liburan sekolah dengan kegiatan ro'an (bersih-bersih) madrasah, main petak umpet, bancakan, main kelereng, main sepak bola plastik, sesekali berenang di kolam dan menonton serial power ranger serta dragon ball, saya juga memiliki satu hobi baru, yakni menanti datangnya sosok lelaki paruh baya yang memikul satu keranjang dan karung dengan mengandalkan pundaknya. 

Entah dipanggil siapa lelaki itu, yang jelas namanya telah pudar dalam ingatan saya. Tapi setahu saya, ia adalah orang baik. Bagaimanapun hampir setiap Minggu ia menawarkan satu wadah harum manis rambut nenek ataupun lembaran rupiah dari rumah ke rumah, dari kampung ke kampung hingga dari satu desa ke desa lainnya. 


Saya tidak bisa menebak entah sekuat apa pundak lelaki itu memikul beban yang dibawanya. Padahal sangatlah mungkin beban yang dipikulnya terus bertambah. 

Saya juga tidak bisa membayangkan betapa sehatnya lelaki itu, karena dalam setengah hari lebih ia akan menempuh perjalanan puluhan hingga ratusan kilometer hanya dengan berjalan kaki. 

Tentu bertambahnya beban yang harus dipikul dan sejauh mana ia harus melangkah beriringan dengan stok lembaran rupiah dan harum manis rambut nenek yang dibawanya. 

Jadi ia tidak menawarkan harum manis rambut nenek dan memberikan lembaran rupiah secara cuma-cuma melainkan hanya akan diberikan tatkala ada orang yang mau menukarkan limbah rumah tangga kepada dirinya. 

Tentu dalam hal ini pihak penukar bisa request menentukan pilihannya, apakah hasil timbangan penukaran dari rosok itu mau dijadikan uang atau menikmati legitnya harum manis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun