Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gaji tak Seberapa, Gengsi Terlalu Tinggi: Saatnya Menimbang Ulang Arah Sistem Kerja Kita

3 Juli 2025   12:53 Diperbarui: 21 Agustus 2025   14:34 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Publik kembali dihebohkan dengan pernyataan seorang pelaku penempatan tenaga kerja yang menyarankan rakyat Indonesia untuk bekerja ke luar negeri. Hal ini sontak menuai reaksi. Banyak yang bertanya-tanya: mengapa seolah-olah rakyat diarahkan untuk menjadi buruh di negeri orang, alih-alih dibuka peluang kerja yang manusiawi di tanah air sendiri?

Menteri Ketenagakerjaan pun segera memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak pernah memaksa rakyat bekerja ke luar negeri, melainkan mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja nasional.

Namun, di balik polemik itu tersimpan pertanyaan mendalam: mengapa bekerja ke luar negeri terasa lebih menjanjikan dibanding bekerja di negeri sendiri? Dan, apakah ini murni soal kesempatan, atau ada yang lebih dalam lagi?

Ketika Gengsi dan Sistem Tak Lagi Selaras

Sudah menjadi rahasia umum: banyak orang gengsi melakukan pekerjaan kasar di negeri sendiri, tetapi siap melakukannya di negeri orang. Jadi tukang cuci, pengangkut barang, hingga perawat lansia, tak masalah — asal di luar negeri. Kenapa? Karena dua hal:

1. Upah yang jauh lebih tinggi.

2. Persepsi sosial bahwa kerja di luar negeri lebih “terhormat”.

Padahal, dalam Islam, kemuliaan pekerjaan bukan ditentukan tempat atau jabatannya, tapi kehalalannya. Nabi ﷺ bersabda:

 "Sebaik-baik makanan yang dimakan seseorang adalah dari hasil jerih payah tangannya sendiri." (HR. Bukhari)

Namun kini, persepsi masyarakat telah bergeser: halal tidak lagi cukup, jika tidak mendatangkan pengakuan sosial.

Fenomena Baru: Asalkan Upah Layak, Kerja Apa Saja Mau

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun