Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Memburu Si Pencuri Senja

6 September 2018   13:41 Diperbarui: 1 Oktober 2018   08:11 2359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (foto: pixabay.com)

Pada tahun 1998 masyarakat Indonesia dibuat gempar. Seseorang telah mencuri sepotong senja. Ketika itu, si pencuri ketahuan. Ia dikejar, diteriaki, "pencuri....pencuri...". ia berlari pontang panting ke arah utara. Warga yang kebetulan ada di sekitar kejadian  mengejarnya. Namun aneh, si pencuri itu tidak diketemukan. Ia lolos. Ia hilang bagai ditelan bumi.

Berita hilangnya senja pun tersebar dengan cepat ke seluruh negeri bahkan ke mancanegara. Dampaknya luar biasa. Pantai-pantai yang biasanya selalu dipenuhi turis-turis lokal maupun asing tampak sepi. Mereka tidak lagi antusias mendatangi pantai karena mereka tidak lagi menjumpai senja yang indah di sana.

Kondisi ini pun berdampak terhadap pemasukan negera. Penghasilan negara dari sektor pariwisata merosot drastis. Tidak hanya pemerintah yang dirugikan tetapi para pedagang di pantai pun ikut merasakan imbasnya. Mereka tidak lagi menjajakan alas tempat duduk bagi pasangan kekasih yang menikmati senja atau para pedagang air mineral,  para pedagang suvenir seperti gantungan kunci berbentuk potongan senja atau dalam bentuk tempelan kulkas. Singkatnya, hilangnya senja membuat banyak orang kehilangan penghasilan, pantai menjadi sepi.

Pemerintah pun tidak tinggal diam. Mereka berusaha keras mencari si pencuri senja itu agar ia bersedia mengembalikan potongan senja ke tempat asalnya. Sebagai bentuk keseriusan pemerintah, mereka membentuk Tim Pencari Pencuri Senja. Kebetulan aku salah seorang yang mendapat tugas tersebut.

***

Aku mulai menjalankan tugasku dengan meneliti kliping-kliping koran, majalah yang ada. Aku tidak menemukan tanda atau jejak si pencuri senja di media massa tersebut. Aku cari di rubrik-rublik berita tentang kriminalitas, aku tidak menemukannya. Aku nyaris kehilangan harapan  menemukan si pencuri tersebut. Tidak ada tanda atau petunjuk yang bisa dijadikan pijakan. Gelap.    

Pada suatu sore. Aku membaca buku kumpulan cerpen yang berjudul "Pelajaran Mengarang" . Salah satu cerpen judulnya "Sepotong Senja untuk Pacarku". Aku terperanjat. Seperti disambar petir. Kaget tapi juga bahagia. 

Seakan mendapat setetes air di gurun yang gersang.  Aku mendapat petunjuk yang sangat berarti. Di buku tersebut tidak hanya biodata si penulis yang cukup untuk pijakan awal tapi juga terpampang  fotonya. Ia jelas telah mengirim sepotong senja untuk pacarnya.

Aku pun girang bukan kepalang. Aku bergerak cepat. Foto hitam putih itu aku scan dan aku setting sedemikian rupa dengan ukuran A4. Fotonya terlihat besar dengan detail yang mudah orang mengenalnya.  

Aku tulis dengan cetak bolt di selebaran itu WANTED SI PENCURI SENJA. Aku print dan dicopy satu rim. Selebaran itu aku tempel di tempat-tempat keramaian, di mall-mall, pasar-pasar  dan tempat wisata. Aku berharap orang yang melihat foto yang kupampang itu mengontakku, memberi informasi.

Tidak hanya itu, aku menindaklanjuti informasi dari buku itu. Aku terbang ke Boston tempat kelahiran si pencuri senja itu. Mencari informasi laki-laki bertubuh gempal dengan rambut gondrong dan wajah yang dipenuhi berewok itu. Di sana aku mendapat informasi tentang keluarganya dan sekilas daerah asalnya. Menurut beberapa orang yang aku temui dan dimintai informasi, orang tersebut sudah lama kembali ke negeri asalnya, Indonesia.

Aku pun melacak si penerima senja, Alina.  Aku mencoba mendatangi kantor pos yang mungkin senja itu dikirim melalui paket pos. Tetapi aku tidak mendapatkan informasi tentang Alina si penerima paket senja itu. Aku pun mencoba mencari di tempat ekspedisi lainnya. Disana pun tidak aku temukan.  "Aku berpikir dengan cara apa si pencuri itu mengirim potongan senja itu?"  

Aku mencoba meneliti mobil yang dulu pernah dipakai oleh si pencuri senja itu. Porsche abu-abu metalik nomor SG 19658 A yang disita polisi. Barangkali di mobil itu ada tanda-tanda yang bisa dijadikan petunjuk. 

Mobil itu terlihat tidak terawat lagi tapi masih memperlihatkan kemewahannya. Bagian depannya tampak penyok. Kaca lampu sen belakang sebelah kanan pecah. Kaca spion kiri-kanan raib entah kemana.  

Aku masuk kebagian dalam mobil. Di jok depan, persis di belakang kemudi, aku temukan serpihan senja yang tercecer. Ia telah mengering.  Selain itu, nyaris tidak ada lagi informasi yang aku temukan. Hanya selembar foto seorang gadis dengan rambut hitam yang terurai, hidungnya seperti hidung perempuan prancis, matanya bulat  bak mata india. Bibirnya  merekah bagai bunga mawar. Mungkinkah dia Alina? Pencarian di mobil itu pun selesai. Entahlah?

Tempat yang menjadi pelusuran selanjutnya adalah Yogyakarta. Kota ini adalah tempat dibesarkannya si pencuri senja itu. Aku berharap di kota indah ini aku dapat bertemu dengannya. Aku berharap dapat membujuknya untuk menyerahkan sepotong senja yang telah dicurinya itu. Di tempat ini, aku hanya menemukan teman-teman masa kecilnya. 

Orang tua dan saudara-saudaranya tidak ditemukan lagi. Ada yang sudah meninggal. Ada yang telah pindah ke daerah lain. "Aku telah lama tidak bertemu si brebok lagi" kata salah seorang temannya menyebut si pencuri senja itu dengan sebutan "si brewok." "yang kutahu dia tinggal di Jakarta menjadi wartawan sebuah media massa terkenal." teman lainnya menjelaskan. 

Sementara seorang teman lainnya mengatakan "oh ya, aku pernah bertemu dengannya di stasiun Tugu beberapa waktu yang lalu. Tapi kami tidak sempat bertukar kata karena keretaku sudah datang waktu itu."

Aku pun senang mendapat informasi itu. Tanpa pikir panjang, aku langsung meluncur  menuju stasiun Tugu mencari jejak-jejak sang pencuri. Setiap loket aku tanya apa ada nama si ini dengan ciri-ciri wajah seperti ini. Tapi tidak ada satu pun loket yang ada nama si pencuri senja itu.  

Tinggal satu loket yang belum aku datangi yaitu loket jurusan negeri senja. Loket ini hanya melayani jurusan negeri senja. Aku berfikir tidak mungkin si pencuri itu akan pergi ke negeri senja. Berdasarkan informasi yang aku dapat, tidak sembarangan orang pergi kesana. Karena sekali pergi kesana ia tidak bisa kembali lagi. Hanya orang-orang khusus yang berani pergi kesana.

Sebagaimana aku tahu, si pencuri itu begitu mencitai pacarnya, Alina. Ia rela memotong senja dan menjadi buron demi sang pacar. Sepertinya tidak mungkin ia meninggalkan pacarnya begitu saja dan pergi ke negeri senja.  

Apa mungkin ia nekat pergi ke negeri senja untuk mengambil senja sebanyak-banyaknya untuk sang pacar? Bagaimana ia akan mengirim senja-senja itu kepada Alina, pacarnya? Bagaimana ia akan kembali dan menemui pacarnya?    Kata-kata itu terus memenuhi pikiranku. Aku masih duduk di ruang tunggu.

Setelah beberapa saat. Aku beranikan diri menuju loket tujuan negeri senja. "Mbak, boleh lihat daftar penumpang yang pergi ke negeri senja satu minggu ini?"

"Ma'af, untuk keperluan apa?"

"Aku sedang mencari seseorang," jawabku.

Penjaga loket kereta pun tidak banyak bertanya lagi langsung mencari dokumen yang aku minta dan menyerahkan kepadaku.

"Ini mas, silakan."

Aku perhatikan dengan teliti dokumen itu. Aku periksa satu persatu. Dan, oh my god..., aku tercengang.  Nama itu ada.

Keberangkatan dari:  Stasiun TUGU
Tujuan:  NEGERI SENJA.

Ada tanda tangan yang tergores di dokumen tersebut.     

Aku pun lemas lunglai. Orang yang aku harapkan dapat bertanggungjawab mengembalikan senja itu kini telah pergi jauh dan tidak akan kembali lagi.

Condet, 6 September 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun