Mohon tunggu...
erlinda ika mawarti
erlinda ika mawarti Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum,Fakultas Ilmu Sosial,Universitas Negeri Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bagaimana Sikap Politik Negara-negara KAA? Masihkah Seperti “Singa yang Gagah” Atau Berubah Menjadi “Si Manis yang Penurut”

20 April 2015   23:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:51 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tepat 60 tahun peringatan terselenggaranya Konfrerensi Asia Afrika sejak 18 April tahun 1955, yang pada waktu itu diselenggarakan pertama kali di Bandung. Pada tahun 2015 ini, Indonesia kembali menjadi tuan rumah penyelenggara Konferensi Asia Afrika yang merupakan agenda sangat bergengsi dan disegani oleh negara-negara kawasan Asia Afrika. Segala persiapan untuk menyambut tamu-tamu negara peserta KAA terus dilakukan, dari fasilitas dan keamanan menjadi hal yang sangat diutamakan. Hal yang luar biasa adalah Indonesia menjadi salah satu pelopor terselenggaranya Konferensi Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika merupakan gerakan solidaritas terhadap para korban perang antara Uni Soviet dan Amerika Serikat yang pada waktu itu begitu mencekam. Peserta KAA adalah negara-negara yang berada di kawasan Asia dan Afrika.Pada awalnya, ide untuk menyatukan negara-negara di Asia dan Afrika digagas pertama kali oleh Indonesia dan kemudian dibicarakan dalam Konferensi Kolombo yang dihadiri Indonesia, Pakistan, India, Srilanka dan Birma. KAA merupakan perwujudan dari penolakan berbagai bentuk kolonialisme. Oleh karena itu, KAA menjelma menjadi kekuatan baru di tengah kekuatan antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. KAA lahir seolah-olah menjadi angin segar bagi negara-negara yang tidak ingin berperang dan teribat dalam perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur yang pada waktu itu adalah Amerika Serikat dan Uni Soviet. KAA inilah yang mendorong berdirinya Gerakan Non-Blok dimana didalamnya adalah negara-negara yang tidak memihak baik Blok Barat maupun Blok Timur.

Akhirnya ide untuk mengumpulkan negara-negara Asia Afrika dapat terlaksana dengan diselenggarakannya KAA di Bandung yang dihadiri kurang lebih 29 pimpinanan delegasi dari –negara-negara kawasan Asia Afrika. Momentum bersejarah inilah yang tidak akan pernah terlupakan khususnya Bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu terselenggaranya KAA ke 60 di Indonesia pada tanggal 18-24 April 2015 merupakan pertemuan yang dinanti-nanti. Pertemuan akan diawali pertemuan para perjabat tinggi, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan para menteri, dan pada puncaknya adalah pertemuan para kepala-kepala negara Asia Afrika. KAA pada tahun ini rencanya akan dihadiri sebanyak106 wakil negara dan 19 organisasi internasional yang diundang untuk menghadiri KAA di Bandung dan Jakarta pada tahun ini. KAA sebagai simbol perdamaian dunia mengingatkan kita pada masih belum meratanya kemerdekaan yang dimiliki oleh negara-negara di dunia, contohnya saja negara Palestina yang masih tetap saja diserang oleh Israel selama puluhan tahun. Negara Israel yang tiap hari, siang dan malam tanpa henti-hentinya menggempur rakyat Palestina dengan dukungan Amerika Serikat di belakangnya. Konferensi Asia Afrika di Bandung berhasil merumuskan beberapa hal penting demi mewujudkan perdamaian dunia yang kemudian dikenal sebagai " Dasasila Bandung", berikut isi Dasasila Bandung :

1.Menghormati hak-hak asasi manusia sesuai dengan Piagam PBB.

2.Menghormati kedaulatan wilayah setiap bangsa.

3.Mengakui persamaan semua ras dan persamaan semua bangsa baik besar maupun kecil.

4.Tidak melakukan campur tangan dalam soal-soal dalam negara lain.

5.Menghormati hak tiap-tiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian atau secara kolektif.

6.Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.

7.Tidak melakukan agresi terhadap negara lain.

8.Menyelesaikan masalah dengan jalan damai.

9.Memajukan kerjasama dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya.

10.Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.

Sungguh ironis, hampir 60 tahun sudah KAA berdiri namun tujuan untuk mewujudkan perdamaian dunia masih jauh dari kata “BERHASIL”. Entah karena faktor apa, negara-negara yang justru sebagai pelopor pengakuan dan penegakan HAM seperti Amerika dan negara liberal lainnya justru semakin memperbesar nyala api permusuhan antara Palestina dan Israel. Negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seolah-olah juga tidak memiliki kekuatan untuk meruntuhkan tembok kolonialisme. Ditambah lagi negara-negara berkembang atau negara bekas kolonialisme seakan-akan masih terikat pada kultur selalu taat dan patuh terhadap kekuasaan yang lebih besar. Sikap inilah yang seharusnya segera ditempa kembali. Singa yang dulu gagah berani menegakkan keadilan dan melawan segala bentuk kolonialisme, harus segera bangun dan kembali menggeram agar musuh-musuhnya kembali takut ketika melihatnya. Dimana posisi dan peran negara-negara KAA sekarang ? Masihkah memiliki “taring yang tajam dan penuh dengan air liur” seperti singa yang siap menerkam mangsanya ataukah cukup menjadi kucing manis yang selalu patuh terhadap perintah tuannya ? Lalu bagaimana sikap politik Bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang besar sekaligus salah satu pelopor terselenggaranya KAA pertama kali tahun 1955 ? Semoga bukan jawaban yang mengecewakan.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun