Sekarang ini, semangat reformasi birokrasi dan desentralisasi semakin kuat. Pemerintah daerah punya peran besar dalam menjalankan berbagai program, terutama yang langsung menyentuh masyarakat. Di tengah kondisi itu, muncul satu pertanyaan penting: apakah daerah sudah punya sistem yang cukup adil dan transparan untuk memastikan bahwa ASN (Aparatur Sipil Negara) dipilih dan dipromosikan berdasarkan kompetensi dan kinerja, bukan hal-hal di luar itu?
Inilah yang disebut dengan meritokrasi---sebuah sistem yang menekankan kualitas, integritas, dan kemampuan sebagai dasar utama dalam pengelolaan sumber daya manusia. Sebagai mahasiswa Magister Manajemen yang lagi fokus meneliti sistem merit di birokrasi daerah, saya jadi semakin paham bahwa meritokrasi bukan sekadar istilah teknis. Ia punya peran besar dalam mendorong kinerja organisasi, memperbaiki pelayanan publik, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Setiap daerah tentu punya tantangan dan proses masing-masing dalam menerapkan sistem merit. Mulai dari bagaimana penilaian kinerja dilakukan, pengembangan kompetensi ASN, sampai bagaimana budaya kerja dibangun agar lebih profesional dan terbuka. Tapi satu hal yang pasti, ketika prinsip merit diterapkan dengan konsisten, ASN yang berkompeten akan punya ruang lebih besar untuk berkembang dan memberi kontribusi terbaiknya.
Sebetulnya, landasan hukum kita sudah cukup kuat. Ada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, ditambah peran KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) yang mendorong penerapan sistem merit di seluruh instansi pemerintah. Tapi dalam praktiknya, masih banyak hal yang bisa terus diperbaiki dan disempurnakan. Di sinilah pentingnya komitmen dari berbagai pihak, terutama dari pimpinan instansi, agar sistem yang sudah baik secara aturan bisa benar-benar dijalankan secara konsisten.
Kalau daerah ingin maju dan mandiri, maka investasi terbaik bukan cuma di pembangunan fisik atau infrastruktur, tapi juga di kualitas sumber daya manusianya. Sistem merit yang adil dan terbuka bisa mendorong lahirnya ASN yang semangat belajar, inovatif, dan siap menghadapi tantangan zaman. Dan tentu saja, dampaknya akan langsung terasa ke masyarakat.
Sebagai bagian dari generasi muda dan dunia akademik, saya percaya kita juga punya peran. Mahasiswa, peneliti, dan masyarakat umum bisa ikut mendorong perubahan lewat riset, diskusi, maupun kritik yang membangun. Karena pada akhirnya, meritokrasi bukan hanya soal siapa yang dipilih, tapi tentang bagaimana kita membentuk birokrasi yang benar-benar melayani.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI