Mohon tunggu...
I Nengah Maliarta
I Nengah Maliarta Mohon Tunggu... Pengacara - Pluralism

Indonesian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apakah Laki-laki "Berstatus Perempuan" yang Menikah Lagi Setelah Istrinya Meninggal Bisa Mewarisi Harta Peninggalan Keluarga Almarhum Istri?

29 Juli 2020   17:20 Diperbarui: 14 Januari 2021   15:13 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi latar diperoleh dari quora.com

SISTEM PEWARISAN DI INDONESIA

Di Indonesia pembagian warisan umumnya dapat dibagi menjadi 2 (dua) sistem waris, yaitu pembagian menurut hukum perdata (hukum nasional) dan pembagian menurut hukum adat. Pembagian waris menurut hukum perdata mengacu kepada KUHPerdata dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya di bidang hukum waris. Sedangkan pembagian waris menurut hukum adat dilaksanakan menurut daerah masing-masing atau menurut ketentuan hukum adat di masing-masing daerah.

Pewarisan memiliki unsur-unsur yang harus terpenuhi agar dapat disebut sebagai peristiwa waris. Di dalam sistem pewarisan harus terdapat unsur "pewaris", "harta warisan" dan "ahli waris". Pewaris adalah orang yang mewariskan harta warisan, harta warisan adalah harta yang diwariskan, sedangkan ahli waris adalah orang yang menerima harta warisan dari pewaris.

Menurut sistem hukum waris perdata, pewaris adalah orang yang telah meninggal dunia atau orang yang diduga meninggal dunia dan meninggalkan harta yang dimiliki semasa hidupnya. Sedangkan menurut sistem hukum waris adat, pewaris adalah orang yang meneruskan hartanya ketika masih hidup maupun setelah ia wafat. Hukum adat juga memandang warisan sebagai proses peralihan harta kekayaan berupa materiil maupun immaterial dari satu generasi ke generasi lainnya (F. Satriyo Wicaksono, S.H., Hukum Waris Cara Mudah & Tepat Membagi Harta Warisan : 5).

Sedangkan harta warisan, menurut hukum waris perdata adalah keseluruhan harta benda beserta hak dan kewajiban pewaris, baik piutang maupun utang semasa hidupnya. Hukum waris perdata tidak mengenal asal harta untuk menentukan warisan, dengan kata lain harta warisan merupakan satu kesatuan yang dialihkan dari pewaris kepada ahli waris.

Berbeda dengan harta warisan menurut hukum waris adat, harta warisan dapat berupa harta benda maupun yang bukan berwujud benda, misalnya gelar kebangsawanan, klan, dan sebagainya. Harta warisan berupa harta benda menurut hukum waris adat adalah harta pencaharian, yaitu harta yang diperoleh selama masa perkawinan maupun harta bawaan (harta yang diperoleh sebelum masa perkawinan maupun yang timbul dari warisan). Di dalam hukum adat selama pasangan suami istri belum mempunyai keturunan, harta pencaharian dapat dipisahkan. Namun apabila sudah mempunyai keturunan, harta pencaharian menjadi bercampur.

Ahli waris menurut hukum perdata tidak dibedakan menurut jenis kelamin. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama. Ahli waris dalam hukum perdata disebabkan karena adanya perkawinan dan hubungan darah baik secara sah maupun tidak sah. Menurut hukum waris perdata yang berhak menjadi ahli waris adalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah terdekat, yaitu: anak-anak pewaris berikut keturunannya; orang tua atau saudara/saudari pewaris; kakek nenek pewaris; dan sanak saudara sampai derajat keenam.

Sedangkan menurut hukum waris adat, ahli waris dibedakan dalam tiga sistem kekerabatan, yaitu: sistem patrilineal; sistem matrilineal; dan sistem parental. Ahli waris dengan sistem kekerabatan patrilineal menentukan bahwa hanya anak laki-laki saja yang berhak menjadi ahli waris dari orang tuanya, sedangkan menurut sistem kekerabatan matrilineal menentukan bahwa anak-anak hanya dapat menjadi ahli waris dari ibu, baik harta pencaharian maupun harta bawaan (harta pusaka). Dan ahli waris menurut sistem kekerabatan terakhir yaitu parental adalah anak laki-laki dan anak perempuan memiliki hak yang sama atas harta warisan orang tuanya. Sistem kekerabatan ini hampir sama dengan ahli waris menurut hukum perdata.

Berdasarkan ketentuan pewarisan di atas, baik menurut sistem hukum waris perdata maupun menurut sistem hukum waris adat dapat dibedakan hak-hak ahli waris di masing-masing sistem hukum waris tersebut. Namun selain itu, Mahkamah Agung (MA) melalui Yurisprudensinya juga menentukan bahwa apabila dalam suatu perkawinan tidak dilahirkan seorang anak, maka janda dapat menguasai harta gono-gini sampai ia meninggal atau sampai ia kawin lagi dan tidak bisa diganggu gugat oleh ahli waris yang lainnya selama janda itu masih hidup dan tidak kawin lagi (Yurisprudensi MA Nomor: 298 K/Sip/1958 tanggal 29 Oktober 1958).

SISTEM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI

Secara umum, hukum adat Bali yang menganut sistem kekerabatan patrilineal menentukan bahwa hanya anak laki-laki saja yang berhak menjadi ahli waris. Namun ketentuan tersebut tidak berlaku mutlak di setiap tempat atau di setiap masyarakat hukum adat di Bali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun