Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Penulis Biasa

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru, Siswa Disabilitas dan Pencarian Jati Diri, 2023 Penuh Harapan

1 Januari 2023   09:26 Diperbarui: 3 Januari 2023   16:46 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas membersamai anak-anak berkebutuhan khusus (dokumen pribadi)

Berawal empat belas tahun yang lalu kami menjalani hari-hari sebagai pendidik. Dari guru di Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah di sebuah desa di Lampung Timur dengan guru-guru lain yang mau mengabdikan waktu, tenaga, pikiran dan ilmunya demi ikut  serta mencerdaskan anak-anak desa.

Dari sanalah sejarah pengabdian itu dimulai. Mengukir segala asa atau cita-cita yang ingin mensukseskan pendidikan anak-anak agar mereka mendapatkan bekal bagi kehidupan mereka. 

Segenap siswa-siswi yang begitu polos dan lugu yang terus mau mendengarkan petuah dan ajaran dari gurunya. Meskipun mereka pun tidak mengerti, betapa penghasilan guru-guru kala itu tak cukup untuk makan sehari.  

Yap, dengan gaji 50 ribu tentu adalah sebuah salary atau upah yang tidak sesuai jika dinilai dari ilmu pengetahuan yang diajarkan pada murid-muridnya. Bahkan pendidikan akhlak yang bakal tertanam di sanubari anak-anak polos tersebut, tidak akan dapat tergantikan oleh apapun. 

Keringat yang dikeluarkan ketika mengayuh sepeda menuju sekolah dan ketika berbicara di depan mereka, bukanlah hal yang remeh temeh. Semua memberikan kesan yang mendalam, betapa menjadi seorang pendidik adalah butuh kesiapan yang sesungguhnya, bukan pura-pura dan bukan karena terpaksa. Karena jika terpaksa, maka lebih baik menjadi kuli yang sehari saja kala itu digaji 20 ribu.

Menjadi guru pemula sekaligus rintisan bukanlah hal yang mudah dilalui dan dijalani. Semuanya butuh kesabaran dan keikhlasan demi membagi pengetahuan yang dimiliki. Meskipun harapan untuk tetap menjadi guru di sana harus kandas karena perbedaan pendapat terkait hak-hak keterbukaan bagi semua guru. 

Ada hal yang ternyata tetap disimpan rapat-rapat oleh pemilik yayasan yang kami sebagai guru tidak boleh cawe-cawe atau ikut campur urusan dapur. 

Secara pribadi menghargai sikap protektif dari yayasan karena itu kewenangan mereka, dan kami hanyalah bagian dari pengajar yang harus siap mendapatkan gaji sesuai dengan yang mampu diberikan.

Berselang beberapa bulan dari sana, memulai mengajar di sekolah dasar di desa yang berbeda. Menjadi seorang TU yang merangkap guru Mulok dan menggantikan guru kelas, saya jalani dengan ikhlas. Meskipun saya menyadari menghadapi siswa-siswi pintar-pintar dan sering juara dalam perlombaan menjadi tantangan tersendiri. 

Bukan tanpa sebab kenapa saya harus siap menghadapi semuanya. Ya, karena dapur harus tetap mengepul dan pendidikan yang ditempuh bertahun-tahun jangan sampai mengendap dan sia-sia. Apa yang didapatkan selama pendidikan pun harus saya bagikan pada anak-anak lain yang membutuhkan. Meskipun dengan penghasilan yang jauh dari gaji UMR jaman itu, 150 ribu harus saya terima dengan konsekuensi saya harus mencari uang tambahan di siang hari pasca pulang mengajar. 

Tidak ada angin dan tidak ada hujan tiba-tiba saya mendapatkan tawaran honorer di Sekolah Luar Biasa di Lampung Timur meskipun harus mengajukan lamaran pekerjaan. 

Saat itu anak sudah lahir ke dunia dan menikmati indahnya perumahan di sebuah sekolah dasar. Perumahan yang sangat pantas disebut tidak layak untuk ditempati karena terlalu lama kosong. 

Ada banyak sampah, dinding penuh debu dan langit-langit dipenuhi oleh kotoran kelelawar 

Bau menyengat tercium begitu kuat hingga setiap hari laksana parfum merk Molen jika ada merek tersebut. Yang aromanya sungguh menyengat di hidung dan rasa-rasanya ingin muntah jika tak ingat lagi bahwa itu adalah rumah tumpangan gratis yang bisa kami tempati.

Perumahan yang tanpa cahaya karena lampunya padam dan hal mistis yang menyelimuti di saat temaram malam.

Karena begitu kotornya dan aroma yang menyengat tadi, bermacam-macam penyakit pun hinggap. Setiap pekan anak pun harus dirawat ke dokter spesialis paru. Ada kotoran yang menumpuk di sana dan beruntungnya beberapa bulan kemudian bisa disembuhkan meskipun hanya bantuan seorang dukun di desa.

Dengan perpindahan ke Sekolah Luar Biasa tersebut, senyum istri mulai nampak, gaji 500 ribu sedikit memberi kesempatan untuk kami menikmati telur setiap hari. Meskipun pembayarannya harus dirapel pertiga bulan dan konsekuensinya kami harus berinvestasi hutang di sebuah warung seorang penjaga sekolah di sana.

Selepas dari menjadi TU di SLB tersebut, kami pun diberi kesempatan untuk mengelola TPA di desa lain yang jauhnya kurang lebih 10 KM. 

Sepeda ontel membantu kami sampai di TPA tersebut. Alhamdulillah antusias penduduk sangat baik dan saat ini siswa-siswi lulusannya sudah ada yang sudah berumah tangga, bekerja dan menjadi manusia-manusia sukses. 

Bagi saya mungkin pengalaman ini dialami oleh guru-guru lain yang masing berstatus honorer, baik di sekolah swasta maupun negeri. Mereka terus menanti perubahan nasib yang harus dinantikan dengan sabar. Dan boleh jadi di tahun 2023 ini mereka yang terus berdoa dan berharap kepastian pekerjaan dari pemerintah ini, berakhir dengan hasil yang menggembirakan karena mereka mendapatkan status sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Sungguh tak adil bagi saya apabila telah mendapatkan ilmu pengetahuan dari guru dan dosen, tiba-tiba harus disimpan sendiri dalam memori ingatan. Bisa-bisa lama kelamaan hilang atau muspro dan tidak bermanfaat. Bahkan jika ilmu pengetahuan itu tidak pernah disampaikan, maka nanti di hari akhir pastilah dimintai pertanggungjawabannya. Saya kira tak mampu untuk menanggung dosanya.

Beberapa tahun kemudian seperti sebuah jawaban dari doa orang tua, mertua,  istri dan anak-anak, tetangga, guru, serta  semua keluarga,  alhamdulillah di 2009 saya lulus tes CPNS yang kali itu adalah nomor tes terakhir setelah mengikuti berkali-kali tes namun tak kunjung mendapatkan jawaban yang menyenangkan.

Sempat berputus asa karena tak juga terjaring seperti yang lainnya sekali tes langsung lulus. Padahal selama mengikuti beberapa tes itu tentulah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. 

Tapi lagi-lagi di tahun tersebutlah Allah SWT memberikan jawaban atas doa-doa yang dipanjatkan. Dan saya kemudian ditetapkan  sebagai PNS di salah satu Sekolah Luar Biasa sebagai guru kelas.

Lantas apakah dengan demikian semuanya perjuangan hidup telah berakhir? Tidak. Selama jadi pegawai negeri kami masih belum memiliki rumah dan kendaraan. Maka mau tak mau harus rela tinggal di rumah mertua untuk sementara waktu. Dari sana kami pun harus memiliki kendaraan agar bisa menuju tempat bekerja. 

Bermodal kredit motor seken akhirnya usaha untuk mendapatkan kendaraan tercapai juga. walaupun akhirnya harus kembali dijual demi untuk mendapatkan motor kreditan yang baru.

Sayangnya motor yang kami kredit pun tak awet dan belum genap setahun harus diambil pihak debt collector karena rusak dan kreditnya menunggak beberapa bulan.

Kami terima motor disita, tapi nama di blacklist dari semua pembiayaan gara-gara motor tersebut. Kemalangan yang ternyata masih juga menghantui.

Namun, beruntungnya dengan bermodalkan SK, kami bisa meminjam uang di bank agar bisa membeli tanah pekarangan dan kendaraan. Hingga genap 10 tahun kami barus bisa memiliki rumah sendiri yang sederhana.

Menjadi Guru SLB dan pencarian jati diri

Siapa yang pernah berpikir ketika kuliah di pendidikan agama ternyata rela menjadi guru menjadi anak-anak berkebutuhan khusus? 

Sepertinya tidak ada dalam kamus setiap orang. Kenapa? Karena menjadi guru agama amat beda proporsinya dengan guru bagi anak-anak berkebutuhan khusus.

Namun, setiap usaha dan doa tentu Tuhan juga yang menentukan nasib seseorang. Dan menjadi guru SLB adalah jalan terbaik yang boleh jadi dipilihkan oleh Tuhan untuk kami.

Ada sempat ragu dan bimbang apakah bisa menghadapi anak-anak yang memiliki karakter dengan anak-anak pada umumnya? Oh, ternyata bisa. 

Seiring perjalanan waktu, pada akhirnya kami menyadari bahwa mungkin di sinilah tempat terbaik untuk beramal dengan ilmu yang dimiliki. Meskipun harus mengikuti berbagai pelatihan demi mendapatkan bekal yang mencukupi.

Ibarat bejana yang kosong harus mengisi gelas-gelas yang bermacam-macam bentuknya. Maka dari sinilah tantangan pekerjaan dimulai dan terus berlanjut sampai sekarang.

Mungkin saat ini kami belum sepenuhnya memahami anak-anak berkebutuhan khusus selayaknya para guru yang mengenyam pendidikan luar biasa.

Tapi kami sadar, kami memang seharusnya terus belajar dan menempa diri sampai benar-benar mengerti dan memahami siapa anak didik kami. Dan terus berprinsip, di mana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Terus berusaha menjadi guru terbaik, orang tua dan suami yang menjadi teladan. Dan terus berkiprah bagi pendidikan di negeri ini.

Ada banyak catatan yang ingin kami torehkan di sini, tapi ada hal baik yang terus kami simpan di dalam sanubari untuk kami ceritakan pada anak cucu nanti. 

Dan satu lagu yang sampai kini bisa menjadi inspirasi, lagu dengan judul What Ever Will Be, Will Be

Mereka bertanya kepada ibu mereka, saya akan jadi apa

They ask their mother, what will I be

Apakah saya akan tampan?

Will I be handsome?

Apakah saya akan kaya?

Will I be rich?

Saya memberitahu mereka dengan lembut

I tell them tenderly

Apa itu, itu

Qu ser, ser

 Apa yang terjadi terjadilah

Whatever will be, will be

 Masa depan bukan milik kita untuk dilihat

The future's not ours to see

 Apa itu, itu

Qu ser, ser

 Apa yang akan terjadi terjadilah

What will be, will be

 Apa itu, itu

Qu ser, ser

Semoga di 2023 ini ada cahaya dan kemurahan Tuhan, Allah SWT yang kami dan Bangsa Indonesia  terima serta bagi semua guru yang mengabdi bagi bangsa dan negara ini. Aamiin. 

Salam

Metro, 1-1-2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun