Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Penulis Biasa

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Basa-Basi, Positif dan Negatifnya

27 April 2022   20:19 Diperbarui: 1 Mei 2022   09:47 2542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi basa basi saat kumpul keluarga (Sumber: Shutterstock)

Tidak seberapa lama orang yang meminta tadi menanti seseorang yang tadi mengiyakan ajakan tersebut. Tapi beberapa saat ditunggu justru sosok tersebut tidak juga mampir atau berkunjung. Padahal di rumah sudah dipersiapkan hidangan yang tujuannya menjamu calon tamu yang barusan berkata ingin berhenti singgah.

Dan ternyata keinginan kita untuk mengajak orang tersebut dengan serius, malah dijawab dengan basa-basi. Nah, situasi seperti ini menandakan ketidakpekaan seseorang terhadap ajakan orang lain. Pertemanan yang seharusnya saling menjaga, malah dikotori oleh sikap basa-basi yang akibatnya mengecewakan pihak lain.

Berbasa-basi sebagian orang menganggap baik, tapi di lain pihak dianggap tidak penting (merdeka.com) 
Berbasa-basi sebagian orang menganggap baik, tapi di lain pihak dianggap tidak penting (merdeka.com) 

Lebih baik apa adanya dari pada basa-basi

Setiap orang punya kecenderungan yang berbeda, tergantung adat, tradisi atau kebiasaan sehari-hari dalam masyarakat. 

Bagi masyarakat yang sukanya basa-basi tentu kita harus bersiap-siap menerima risiko mendapatkan kata-kata kosong tadi. Sebab, kata-kata ini memang sedikit menjadi budaya pergaulan dalam suatu masyarakat ini. 

Bagi kelompok masyarakat ini basa-basi dianggap sah-sah saja. Bahkan tanpa basa-basi cara bertutur kata pun dianggap janggal dan aneh. Dan dianggap sesuatu yang wagu saja.

Misalnya saja untuk masyarakat Jawa, karena saya sendiri adalah keturunan Jawa Timur dan Jawa Tengah, basa-basi dianggap sebagian mereka hal yang wajar. Namun ada pula yang menganggapnya tidak perlu dan nggak wajar. 

Yang menganggap wajar beralasan bahwa dalam hidup kita harus bisa berbicara manis, berbasa-basi agar pembicaraan lebih nyaman dan nyambung. Seperti ketika hendak meminjam sesuatu, biasanya ada basa-basi yang tidak ada hubungannya dengan maksud di awal. Kata-kata itu sebenarnya untuk menggiring sosok yang diajak bicara pada point yang sebenarnya hendak dibahas.

Contoh sederhananya, "Mas, saya ini berhari-hari nyari cangkul kok gak ketemu ya? Apa cangkul saya dipinjam orang? Saya bingung harus nyari ke mana." Kemudian dilanjutkan pada poin penting pembicaraan: "Tujuanku ke sini mau minjam cangkul. Apa boleh mas?"

Pihak yang dipinjam kadang memakai basa-basi untuk menolak permintaan itu. Seperti: "Walah, cangkulku dari kemarin juga nggak ketemu. Padahal biasanya di kandang belakang. Kok, beberapa hari nggak ketemu. Kemudian point pembicaraannya adalah "Maaf mas, cangkulnya gak ada. Atau cangkulnya masih mau dipake di sawah."

Sekali lagi, tradisi ini tidak selalu sama di setiap daerah atau suku, sebab di antara mereka juga mengalami pergeseran budaya akibat percampuran informasi dan arus modernisasi di segala bidang. Selain itu karena saat ini masyarakat sudah sangat berbaur dari berbagai suku, akibatnya tradisi pun menjadi lebih moderat dan nggak saklek lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun