Mohon tunggu...
Mochamad Makruf
Mochamad Makruf Mohon Tunggu... Editor - Freelance writer. Writing is my life since 1997 and published 5 books. One of them, Ekspedisi Buku Barisan 2011 cooperation with Komando Pasukan Khusus (Indonesia Special Forces of ARMY). Contact me: makrufmochamad2@gmail.com. Online news www.penaprestasi.com.

Freelance writer. Writing is my life since 1997 and published 5 books. One of them, Ekspedisi Buku Barisan 2011 cooperation with Komando Pasukan Khusus (Indonesia Special Forces of ARMY). Contact me: makrufmochamad2@gmail.com. Online news www.penaprestasi.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Tinggi Atasi Kemiskinan

20 Februari 2019   22:57 Diperbarui: 21 Februari 2019   11:37 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
photo by: innovationmanagament,se

Indonesia Tertinggal 266 Tahun  Dibanding Amerika

Education can break the cycle of poverty. Pendidikan bisa memghancurkan rantai kemiskinan. Itu yang terjadi pada sejarah hidup saya. Pendidikan, gigih, dan kerja keras ternyata bisa mengangkat saya dari kemiskinan.

Saya lahir dari keluarga miskin 47 tahun lalu di Desa Sawotratap, Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur. Kedua orang tua saya hanya penjual sayur di pasar tradisional. Dan, penghasilan mereka hanya cukup untuk makan sehari-hari.

Bapak hanya lulusan SR (sekolah rakyat), sedangkan ibu tidak sekolah. Saya adalah anak bungsu dari enam bersaudara. Dan, rata-rata pendidikan lima saudara saya hanya tamatan SD saja. Itu karena orang tua kami tidak punya biaya menyekolahkan kakak-kakak saya ke sekolah lanjutan.

Melalui pendidikan tinggi,  saya dan keluarga  saat ini bisa keluar dari rantai kemiskinan.  Kali pertama saya masuk SMPN I Gedangan dengan biaya orangtua. Tapi setelah lulus dengan NEM (Nilai Ebtanas Murni), rata-rata 8, saya  tidak bisa melanjutkan ke SMAN favorit di kota saya. Karena orang tua tidak mampu menyekolahkan saya.

Saya berhenti sekolah setahun dan bekerja serabutan. Di tahun berikutnya saya bisa mendaftar di SMA swasta tidak terkenal. Yang terpenting saya bisa bersekolah.  Ketika SMP saya suka Bahasa Inggris. Maka ketika SMA, saya kursus Bahasa Inggris di Balai Bahasa IKIP (Kini Unesa) Surabaya dan Public English Facility (PEF)

Pada 1991, saya lulus SMA. Dengan tabungan cukup, saya bisa melanjutkan ke perguruan tinggi kelas malam yakni Universitas Dr. Soetomo, Semolowaru, Surabaya. Saya mengambil Fakultas Sastra Jurusan Bahasa Inggris. Karena saya suka bahasa Inggris dan memiliki potensi.

Peroleh Beasiswa AII  (Australia Indonesia Institute)

Pada semester tiga, saya terpilih sebagai peserta pertukaran Pemuda Indonesia-Australia atau Australia-Indonesia Youth Exchange Program (AIYEP). Program ini berlangsung di Australia (Queensland; Brisbane, Toowomba, dan Millmerran) dan Indonesia (Sumatra Utara; Medan dan Deli Serdang). Program disponsori oleh AII (Australia Indonesia Insititute) dan Kementrian Pemuda dan Olahraga.

Setelah lulus kuliah pada 1996, pada 1997, saya diterima sebagai wartawan Jawa Pos juga karena program AIYEP. Saya kemudian sebagai wartawan Jawa Pos dan Jawa Pos Group sampai tahun 2008. Suara Indonesia, Radar Surabaya, Harian Rek Ayo Rek dan Surabaya Pagi. Pada 2006-2008, saya sebagai Pemred Harian Kriminal Rek Ayo Rek.

Pada 2009, saya memasuki penerbitan buku PT. Jepe Press Media Utama (JP Books). Saya menulis tiga buku yang diterbitkan JP Books. Selayang Pandang Gunung  Berapi di Indonesia, buku referensi perpustakaan untuk SD, SMP, SMA. Buku ini memperoleh SK Puskurbuk kategori bagus. Karnaval Jember Mendunia, juga memperoleh SK Puskurbuk, dan Ekspedisi Bukit Barisan 2011 (Kopassus). Buku terakhir sempat masuk Gramedia.

Entrepreneur

Pada Januari 2018, saya mengundurkan diri dari JP Books dan mendirikan usaha sendiri CV Pena Semesta Media, penyedia resmi buku teks K 13 Kemendikbud. PT. CV Pena Semesta Media, bergerak di bidang media, penerbitan buku dan media online. Mediaonline-nya, www.penaprestasi.com yang konsen pada berita positif soal pendidikan dan inspirasi. Saya kini sibuk menangani bisnis baru saya tersebut.

Alternate Candidate Fulbright Scholarship

Saya juga pernah menjadi alternate candidate Fulbrigt-AMINEF Scholarship, Master Degree Program pada 23 Agustus 2012. Saat itu, saya aplikasi beasiswa Master of Journalism.

Namun karena IBT Toefl, 78/547,  pada 8 Januari 2013, saya  gagal memperoleh bea siswa tersebut karena Fulbright meminta angka IBT Toefl, 600.

Diterima di Flinders University, Tapi  Ditolak Beasiswa Dikti  LN 

Dengan IBT Toefl, 78/547, saya gunakan aplikasi ke Master of  International Relations di Flinders University, Adelaide, Australia.

Pada 14 Maret 2013, saya memperoleh Offer of Admisision /unconditional letter untuk memasuki universitas tersebut. Tapi saya tidak bisa memasukinya karena proposal bea siswa Dikti LN tidak disetujui. Itu karena, saya tidak memiliki NIDN (nomor induk dosen nasional). Padahal saat itu, saya tercatat dosen tetap Fakultas Sastra, Jurusan Bahasa Inggris di Universitas Dr. Soetomo, Semolowaru, Surabaya.   Saya kecewa dan menulis surat pembaca di Kompas dan dimuat. Hasilnya, bukannya saya dapat beasiswa dari Dikti LN, malahan pihak Dikti menegur  Unitomo. Birokasi menghancurkan cita-cita saya.

Dua tahun terakhir, saya aktif di PCMI, melalui PCMI bisa menyelenggarakan kegiatan sosial untuk membantu sesama dan memberi pembekalan pada adik adik yang terpilih sebagai wakil Jatim untuk pertukaran pemuda International.  Saya juga masuk sebagai anggota PWI  Jawa Timur dan sudah sudah lulus UKW (Uji Kompetensi Wartawan) pada 2014, kategori wartawan madya.

Masukan 

Dari pengalaman saya di atas, kemiskinan bisa diberantas dengan pendidikan tinggi. Syaratnya minimum pendidikan harus S1 (Sarjana) dan harus menjadi enterpreneur atau pengusaha. Dan, tentunya  diperlukan kerja keras, dan pantang menyerah.

Itu rumus kehidupan bila ingin sukses. Rumus itu sudah saya saya lakukan dan alami sendiri. Perjuangan saya memerangi kemiskinan dimulai setelah lulus SMP sampai lulus kuliah dan menjadi wiraswasta. Setelah itu, saya bisa mengubur dalam-dalam kemiskinan.

Yang terpenting kenali sejak dini potensi anak kita. Bila dia suka bahasa Inggris, ya masukan saja ke Sastra Inggris. Seperti yang saya lakukan. Karena dari situ nanti bisa mengubah jalan hidup.

Gebrakan Kementerian Sosial (Kemensos) melalui Program Keluarga Harapan (PKH) yaitu program pemberian bantuan sosial bersyarat sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) selama 6 tahun,  seharusnya difokuskan sbb:

Pendidikan Tinggi

Pendidikan anak-anak KPM, selain pendidikan SD sampai SMA, kalau bisa sampai perguruan tinggi memperoleh beasiswa.  Ketika sampai di jenjang perguruan tinggi, Kemensos bisa bekerjasama dengan  Kemendikti untuk menggarap anak anak PKM melalui program beasiswa Bidik Misi.

Bila ada rekomendasi dari Kemensos, anak-anak KPM  bisa menerima Beasiswa Bidik Misi meski tidak berprestasi. Karena fokusnya adalah memerangi kemiskinan melalui pendidikan.

Faktanya selama ini, beasiswa pemerintah hanya untuk anak miskin yang berprestasi (memiliki nilai tinggi sesuai persyaratan beasiswa). Sedangkan anak miskin tidak berprestasi tapi memiliki kemauan kuat untuk menempuh pendidikan tinggi---tetap tidak memperoleh beasiswa.  Ini harus diubah.

Workshop Bisnis Trend

PKM juga harus diberi pelatihan wirausaha baik secara online maupun offline. Misalkan, mereka diberi pelatihan kursus menjahit pakaian, potong rambut,  membuat kue atau masakan, barista, dan multimedia (internet). 

Karena aktivitas bisnis tersebut kini tengah  trend. Coba lihat saat ini banyak sekali berdiri barber shop  atau tukang tukang cukur. Jahit pakaian juga kini banyak dibuka bisnis vermak pakaian. Dan bisnis makanan seperti banyak  dibuka warkop.  Bisnis multimedia, saat ini era disruption, pengertian pembuatan web dan apps sangat diperlukan.  Intinya  pemberian pelatihan/workshop harus disesuaikan dengan  perkembangan bisnis yang update.

Tentu saja semua program itu harus ada pendampingan dan pemantauan. Jangan sampai dana bantuan selama 6 tahun digelontorkan melalui PKH kepada para KPM sia-sia saja.  Tapi yang terpenting adalah fokus pada pendidikan anak-anak KPM.  Dengan pondasi pendidikan formal  maupun informal.

Mengapa Pendidikan Tinggi Penting?

Pendidikan tinggi adalah langkah awal menuju keluarga mandiri dan sejahtera.  Bila Indonesia ingin seperti negara maju ; income per kapita tinggi, UMR tinggi, maka pendidikan harus dibenahi. Masyarakat Indonesia harus didorong mengenyam pendidikan tinggi, minimal Sarjana (S1). Wajib belajar bukan 9 tahun saja tapi harus 16 tahun.

Terus terang  sejarah perguruan tinggi di Indonesia jauh tertinggal 266 tahun dibanding Amerika Serikat.  Dalam www. cleary university.com/ history of  higher education in US, perguruan tinggi pertama di Amerika adalah Harvard College yang didirikan pada 1636  di Cambridge, Massachusetts.  Harvard College itu kini dikenal sebagai  Harvard University.  Salah satu  universitas ternama di  di dunia.

Harvard College ketika era pendudukan Eropa di  negara yang kemudian disebut  Amerika Serikat---itu  dulu disebut colonial colleges. Setelah Harvard, kemudian didirikan College of William and Mary, Yale University, Princeton University, Columbia University, Brown University, Rutgers University, and Dartmouth College.

Di awal masa kolonialisme Harvard didirikan kali pertama adalah untuk menyediakan pendidikan  untuk kebutuhan kementerian. Tapi  setelah Revolusi Amerika, perguruan tinggi ini juga membuka fakultas kedokteran dan hukum

 Pada abad 19, misi pendidikan tinggi di Amerika berubah secara radikal dengan membuka fakultas-fakultas praktis. Seperti  fakulitas pertnian dan engineering.

Bagaimana perguruan tinggi di Indonesia? Menurut wikipedia,  kali pertama perguruan tinggi muncul di Indonesia di era kolonialisme Belanda  yakni pada 1902. Di  Batavia didirikan School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen atau dikenal sebagai Sekolah Dokter Bumi Putera). Pada 1913, sekolah ini kemudian berubah nama NIAS (Nerderlandsch Indische Artsen School) yang berkedudukan di Surabaya .

Ketika STOVIA tidak menerima murid lagi, didirikanlah sekolah tabib tinggi GHS (Geneeskundige Hooge School) pada  1927. Perguruan inilah yang sebenarnya merupakan embrio kedokteran Universitas Indonesia.

Pada 1920 di Bandung,  didirikan Technische Hooge School (THS).  THS ini adalah embrio Institut Teknologi Bandung.  Dan, pada 1922 didirikan Textil Inrichting Bandoeng (TIB) ini lah embrio Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung.

Dengan data tersebut di atas, bangsa Indonesia tertinggal dengan Amerikaselama 266 tahun dalam  mengenyam pendidikan tringgi.  Dalam masa dua setengah abad lebih itu, sudah berapa banyak sarjana atau ilmuawan dihasilkan Amerika. Karena itu tidak salah Amerika menjadi negara maju. Cara berfikir mereka tentu lebih maju dari kita.

Menurut  The National Science Foundation, data 1998-2008 (www.quora.com)  lulusan doktor atau PhDs di Amerika Serikat selama kurun waktu 10 tahun itu sekitar 48.000. Menurut sensus the Hill, , 2%  dari total penduduk Amerika sudah  bergelar doktor. Bila penduduk Amerika, 325, 7 juta (2017) maka 6,5 juta penduduknya sudah bergelar doktor.

Bagaimana dengan doktor di Indonesia? 

Menurut data LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan), pada 2012 Indonesia, memiliki doktor baru mencapai 25.000 orang. Dua tahun kemudian angka itu naik mencapai 75.000. Atau dalam 1 juta penduduk Indonesia, ada 143 doktor.  Ini  jauh tertinggal dari Cina yang memiliki 500.000an doktor.  Jadi untuk atasi kemiskinan langkah jitu adalah pendidikan tinggi dan menjadi entrepreneur. Pasti bisa.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun