Zhang Changwen-saat itu petugas staf survei udara di Pangkalan Dongfeng menceritakan: Kesuksesannya uji coba itu berdasarkan apa? Laporan berdasarkan lokasi. Kalau di lokasi tidak lapor, siapa yang berani bilang berhasil?
Pan Peitai -- mantan Wakil Kepala Seksi Survei Geodesi Pangkalan Dongfeng pada saat itu, mengatakan: Itu setara dengan latihan sasaran anda, jika anda mengenai sembilan dari sepuluh cincin target, jika anda menembak dengan akurat dalam sepuluh cincin, berarti akurasi tembakan senjata ini sangat tinggi, maka akurasi tembakan rudal ini juga sangat tinggi, jika jangkauannya bisa jatuh pada gambar yang sudah digambar di atas tanah sebagai zona taret.
Daerah pendaratan setara dengan sasaran rudal, akurat atau tidaknya titik pendaratan hulu ledak mencerminkan kekuatan kemampuan serangan rudal.
Puing-puing rudal yang diperoleh/ditemukan dan data pengukuran dari area pendaratan sangat penting bagi pengembangan, peningkatan, dan produksi rudal selanjutnya.
Batch demi batch rudal diuji dan diselesaikan di sini, sebelum dipergunakan secara resmi di tentara.
Pada bulan Juni 1959, personel survei, pencarian, dan pemulihan ditempatkan satu demi satu, dan pembangunan lapangan tembak di area pendaratan dimulai di tepi Gurun Taklamakan (Teklimakan Qumlunqi), yang dikenal sebagai "Lautan Kematian".
Sejak saat itu, mereka dikenal sebagai "tentara pelapor sasaran" yang mengejar "meteor", dan mereka akan pergi ke mana pun rudal menghantam. Mereka harus bergerak ke lokasi sejauh yang bisa dihantam misil tersebut.
Pada empat kali peluncuran Dongfeng-3, beberapa pencarian gagal ditemukan puing-puing di lautan pasir yang luas, puing-puing ini sangat penting untuk mengetahui kekuarangannya dan mengatasi masalah mesin yang perlu diperbaiki dan diselesaikan.
Pada 13 Juli 1967, sekali lagi mengirimkan tim pencari yang dipimpin oleh Meng Xianwu untuk mencari hulu ledak Dongfeng-3 dan puing-puing badan rudal.