Dalam delapan atau sembilan tahun setelah "Musim Semi Arab" pada tahun 2011, beberapa orang di Barat masih sering meramalkan bahwa "Keruntuhan Tiongkok" dan menjadi santapan yang muncul dari waktu ke waktu. Yang lebih terkenal, seperti tulisan yang diterbitkan pakar tentang Tiongkok David Shambaugh (Shen Dawei) di "Wall Street Journal" pada tahun 2015 dengan judul "Keruntuhan Tiongkok Sudah Dekat" dia percaya bahwa "kekuasaan Partai Komunis di Tiongkok telah mulai memasuki masa akhir."
David Shambaugh (Shen Dawei) saat ini adalah Profesor Gaston Sigur untuk Studi Asia, Ilmu Politik & Urusan Internasional, dan Direktur Pendiri Program Kebijakan Tiongkok di Lembaga Urusan Internasional Elliott di Universitas George Washington. Dia juga mantan Rekan Senior Non-Residen di Luar Negeri Program Studi Kebijakan di The Brookings Institution dan Direktur Program Asia di Woodrow Wilson International Center for Scholars. Dia juga bekerja di Departemen Luar Negeri dan Dewan Keamanan Nasional AS. Dia pernah menjabat di Dewan Direktur Komite Nasional AS-China Relations dan merupakan anggota seumur hidup Council on Foreign Relations, US Asia-Pacific Council, dan kebijakan publik serta organisasi ilmiah lainnya. Sebelum bergabung dengan fakultas GW, Profesor Shambaugh adalah Dosen, Dosen Senior, dan Peneliti dalam Politik Tiongkok di Universitas dari London's School of Oriental & African Studies (SOAS) dari 1986-1996, di mana dia juga menjabat sebagai Editor The China Quarterly.
Namun, meskipun artikel-artikel ini diterbitkan secara luas, namun tidak menimbulkan gelombang besar di arena internasional, dengan kata lain, bahkan di Barat, banyak orang yang sepenuhnya meremehkan pandangan ini.
Di penghujung tahun 2018, "New York Times" menerbitkan artikel panjang dengan tajuk "Tiongkok: Negara yang Harus Runtuh Tapi Tidak Runtuh." Artinya, Tiongkok harus runtuh menurut logika politik Barat.
Tapi sejauh ini Tiongkok belum runtuh, jadi artilkel ini sendiri mengungkapkan kekecewaan ekstrim dan ketidak berdayaan Barat.
Belakangan ini dengan merebahnya pandeni Covid-19, maka memicu gelobang baru ke empat dari "Teori Keruntuhan Tiongkok."
Jika kita lihat ke belakang, sekilas "Teori Keruntuhan Tiongkok". Teori itu berkecamuk untuk sementara waktu, tetapi dengan cepat menghilang.
Bisa dikatakan bahwa mulai akhir Januari 2020, termasuk sepanjang Februari, media arus utama Barat telah dibanjiri dengan analisis, komentar, dan pemberitaan yang negatif dan pesimis tentang Tiongkok. Tema dasarnya adalah "Momen Chernobyl" di Tiongkok.
Chernobyl adalah pembangkit nuklir era akhir Uni Soviet yang meledak pada 26 April 1986 yang menyebabkan pencemaran radio aktif hebat. Tidak lama kemudian Uni Soviet runtuh (1991).
Sebagian oknum pejabat publik di Tiongkok sendiri juga mengambil kesempatan untuk membuat gelombang. Melihat ke belakang hari ini, mereka benar-benar dikaburkan  dengan apa yang disebut "demokrasi" di Barat. Sedangkan mereka (Barat) dalam menghadapi pandemi Covid-19 mereka satu per satu telah dikalahkan.