Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pandangan dan Latar Belakang Barat Atas Teori "Keruntuhan RRT"

22 Desember 2020   15:17 Diperbarui: 22 Desember 2020   16:06 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.pakistantoday.com.pk

Pada masa kampanye pilpres yang yang lalu, kita pernah telah diramaikan dengan isu Indonesia Bubar 2030 oleh salah satu kontestan pilpres, yang mengutip sebuah karya fiksi ilmiah novel fiksi Ghost Fleet: a Novel of The Next World War, karya pengamat militer, Peter W. Singer dan August Cole sebagai dasar "ramalannya". (www.liputan6.com 23/03/2018).

Namun terjadi sanggahan-sanggahan dari para ahli dalam negeri kita sendiri, dengan berdasarkan keadaan obeyektif yang mendukung sanggahan ini. Jadi memang perlu bagi kita untuk tidak mempercayai teori-teori dari pakar maupun think-tank Barat tentang keruntuhan Indonesia, yang kebanyakan adalah provokatif untuk menakut-nakuti kita, bahkan bertujuan untuk memberi opini untuk memecah belah bangsa dan negara NKRI.

Sumber: www.liputan6.com
Sumber: www.liputan6.com
Dalam kaitan ini penulis coba menulis tentang teori-teori keruntuhan Tiongkok (RRT) dari pakar-pakar dan think-tank Barat tentang keruntuhan Tiongkok selama beberapa dekade ini sebagai cerminan bagi kita untuk diketahui.


Pandangan Barat tentang teori bubarnya RRT (Tiomgkok) yang dilontarkan oleh ahli-ahli Barat telah berulang kali terjadi, bahkan hingga sekarang pun masih berlangsung. Dalam tulisan ini akan dikemukakan teori dan pandangan Barat tentang kemungkinan akan bubarnya RRT (Tiomgkok) menurut kaca mata mereka dan kenyataan sejarah yang dapat kita lihat bersama sekarang.

Barat telah mengepung Tiongkok dengan sangat hebat dalam beberapa dekade terakhir. Mereka telah berulang kali meramalkan bahwa "Tiongkok akan runtuh."

Bahkan ketika pada tahun 2012 saat akan diadakan Kongres Nasional Tiongkok ke-18, mereka masih mempertanyakan apakah Tiongkok masih bisa mengadakan Kongres Nasional ke-19, sedangkan Kongres Tiongkok ke-18 saat itu pun masih juga belum diselenggarakan.

Memang selama ini pandangan umum baik pakar politik Barat dari arus utama, media profesional, think-tank pemandu ideologi mereka, panduan mereka adalah "The End of History and The Last Man (Kesimpulan Sejarah)" dan "Eurocetrism (Eropa/Barat Sentris)". Jika sistem dan praktek negara lain atau Tiongkok berbeda dengan sistem dan praktek Barat, maka negara tersebut atau Tiongkok bakal menurun dan runtuh.

Jadi jika melihat kembali alasan mengapa AS begitu gusar dan marah kepada Tiongkok hari ini, berapa analis dan pengamat melihat karena sebagian besar "Revolusi Warna (Colour Revolution)" yang mereka provokasikan untuk melawan Tiongkok yang tadinya terlihat nyaris berhasil, namun gagal.

Revolusi Warna, juga dikenal sebagai Revolusi Bunga, mengacu pada serangkaian perubahan rezim yang terjadi di negara-negara CIS (Commonwealth of Independent States dibentuk pada bulan Desember 1991 oleh sebelas negara dari bekas Uni Soviet: Armenia, Azerbaijan, Belarus, Kazakhstan, Kirghizstan, Moldavia, Uzbekistan, Rusia, Tajikistan, Turkmenistan, Ukraina. di Asia Tengah dan Eropa Timur pada 1980-an dan 1990-an), dinamai menurut warna dan dilakukan dengan cara "damai dan tanpa kekerasan". Gerakan, dan setelah berhasilnya gerakan-gerakan tersebut di beberapa negara, mereka juga cenderung disebarkan Barat (terutama AS) ke berbagai tempat antara lain Asia Timur, Timur Tengah, Afrika Utara, serta Amerika Tengah dan Selatan, ini salah satu faktor yang memicu terjadinya Arab Spring. Peserta bertujuan untuk mendukung demokrasi liberal dan nilai-nilai universal, dan biasanya merupakan penentang rezim yang ada. Mereka biasanya menggunakan warna atau bunga khusus sebagai logo mereka.

Di luar dugaan, justru semenjak Kongres Nasional Tiongkok ke-18, momentum pembangunan Tiongkok menjadi semakin baik dan kuat, dan melangkah menuju pusat arena ekonomi dan politik dunia. Oleh karena itu, sebagian besar politisi, think-tank, dan media Barat belum siap secara psikologis untuk menerima kenyataan semacam ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun