Mohon tunggu...
Humaniora

Filsafat Blangkon

31 Oktober 2016   11:01 Diperbarui: 31 Oktober 2016   11:06 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Blang-kon

Belanging Lelakon. 

“bila kulihat keruh, maka kupandang ; kemudian keruh kutemukan jernihnya”

Hidup adalah mengarungi Belangnya Jagat. Antara hitam dan putih tidak untuk  saling dipertentangkan namun bagaimana menjadikan hitam dan putih sebagai harmoni. Blangkon terdiri dari dua kata yakni, Belang dan Lelakon. Mustahil bagi seseorang akan mampu menemukan kematangan di dalam hidupnya jika yang dipilih hanya satu warna (monoton) yang serta merta menghindarkan diri atau bahkan melarikan diri dari warna yang lain,padahal setiap peristiwa adalah warna dan setiap warna adalah ilmu. 

Gelap :    Kepedihan, Rasa Sakit, kepiluan,sesal

Kepedihan mengajarkan ketegaran, kesakitan mengajarkan kekuatan, kebencian membawa kita mengenali Sang Maha Mencintai. Biasanya kebencian datang atas pengalaman yang sulit diterima sebab bertolak dengan harapan yang diingini. Rasa senang terjadi karena ‘menjawab’ dengan benar apa yang kita ingini. Rasa bahagia memberikan sesuatu yang tidak hanya sekedar sesuai keinginan namun juga menambahi dengan kejutan yang menyenangkan.

Rasa bahagia menggoda langkah kaki untuk terus menikmati. Menikmati terpeleset dalam keterlenaan sehingga berangsur membuat memendeknya akal, dan terburu-burunya mengambil kesimpulan. Menjadikan waktu dan energi untuk menjalin keakraban dengan Tuhan, mengasah akal guna menangkap informasi2 Maha Lembut dariNya, dan konstan menimbang masalah secara adil menjadi terkalahkan. Maka kebencian yang otomatis ketidak-senangan atau ketidak-bahagiaan berfungsi mengembalikan waktu percuma kita untuk bermesraan kembali denganNya. 

Benci adalah sesuatu yang kita butuhkan dalam mencari kesejatian cinta. Benci adalah gejolak cinta yang bentuknya unik, yakni antagonistik. Pola yang dimiliki kebencian sama sekali berlawanan dengan pola kasih sayang. Jadi kebencian adalah reaksi dari sayang. Benci adalah sambungan dari ekspresi cinta, ==> menjadi bentuk ekspresi cinta yang baru, ==> untuk bersama menemukan kembali fitrah cinta sesungguhnya.

Terang :       Ceria, Kegembiraan, Kepuasan, Nikmat

Ceria bisa menjadi awal ketidak-pekaan. Kegembiraan berpotensi memicu keterlenaan. Kepuasan mampu membawa lupa diri. Nikmat menjadikan lalai.

Dengan demikian bahwa gelap dan terang itu sepadan. Yang gelap bisa menghadirkanpencerahan. Sedangkan yang terang bisa menjadikan tidak mawas diri, tidak mawas diri artinya tak mampu melihat diri bagai di ruang gelap, meskipun sedang diruang begitu terang. Bagaikan anak kecil yang saking bahagianya berlari-lari hingga menjatuhkan beberapa benda dan bisa juga dirinya jatuh terpeleset. Bukan karena tidak melihat, bukan karena tidak ada penerangan, namun karena rasa bahagia di umbar sehingga tidak memikirkan secara cermat kiri dan kanannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun