Mohon tunggu...
Majawati
Majawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Keberagaman itu indah. Mengajari untuk menghargai perbedaan, harmonisasi dan saling melengkapi

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Coklat - Keju kok!

22 Maret 2014   23:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:37 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Coklat -  Keju kok..... !!

Oleh : Majawati Oen

Saat itu sudah malam, anak saya minta dijemput di rumah temannya. Anak SMU sekarang, sekolah saja tidak kalah dengan karyawan yang lembur. Pulang sampai malam, masih pakai seragam sekolah. Tugas-tugas sekolah dan kegiatannya se-abreg.Kasihan dan juga menjengkelkan karena jam pulang sekolah berubah-ubah . Terkadang saya juga kasihan, tapi mau apa lagi sekolah di manapun juga sama.

Saya sudah agak lelah, sehingga saya minta suami saya saja yang menjemput. Saya tidak ikut. Tapi dia minta saya ikut. “Kamu cuma duduk aja, lho!” begitu kilahnya. Ya, akhirnya saya ikutan.

Setelah menjemput anak saya, di tengah perjalanan suami saya ingin membeli makanan. Nampaknya dia sudah tertarik sejak kami berangkat tadi, sehingga di perjalanan pulang langsung menuju sasaran.Mobil kami menepi, di pinggir jalan ada pedagang yang jualan roti bakar, terang bulan dan martabak. Lalu dia berkata ke saya, “Beli yang coklat keju!” Saya beranjak turun dan memesan ke penjualnya. Setelah itu saya balik lagi nunggu di mobil. Angin di luar cukup kencang dan udara agak dingin. Beberapa saat kemudian pesanan kami diantar. Mobil melaju lagi, dan terjadi perbincangan sebagai berikut “

Suami:“Berapa harganya ?”

Saya: “Limabelas ribu! Dulu juga ada lho yang jualan roti bakar di Blok P, apa sekarang masih jual ya?”

Suami: “Kayaknya sudah nggak jualan, tapi cuma jual roti bakar aja!”

Saya: “Ya memang!”

Suami: “Lho, kamu barusan beli apa?” (nadanya curiga, atas pembicaraan barusan)

Saya: “Roti bakar!”

Suami: “Lho, gimana sih! Tadi aku kan bilang terang bulan!”

Saya: “Nggak, kamu bilangnya coklat keju, kok!” (bernada membela diri)

Suami: “Tadi papa bilang apa?” (tanya suami ke anak saya, untuk mencari pembenaran)

Anak saya : “Coklat keju!”

Saya: “Nah, betul aku kan!”

Suami: “Lho, masak sih! Tapi mestinya kamu tahu, aku kan biasanya beli terang bulan! Wah wis jadi makan roti bakar!” (nadanya kecewa)

Sambil senyum-senyum kami bertiga melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. Lucu !

Roti Bakar Bandung

Sumber foto : 

http://tuneshanady.blogspot.com/2014/01/modal-rp-3-jutaan-usaha-roti-bakar.html

Sumber foto :

http://anissamap.blogspot.com/2010/12/martabak-manis-atau-terang-bulan.htmlTerang Bulan

Kejadian ini menjadi perenungan di hati saya. Apa yang terjadi di atas memang terkesan sepele. Tetapi hal itu urusannya bisa jadi besar kalau kesalahpahaman ini bukan mengenai roti bakar dan terang bulan. Dari bentuknya saja, seperti gambar di atas sudah beda. Rasanya juga beda, walaupun keduanya mengandung coklat dan keju.

Hal ini terjadi karena masalah komunikasi. Suami saya hanya berkata coklat keju. Dia beranggapan saya sudah paham dengan maksudnya. Itu adalah penjelasan dari sebuah subjek. Sementara subjeknya tidak disebutkan. Apa yang saya tangkap saat saya turun dari mobil, tulisan “roti bakar” lebih menarik perhatian saya daripada terang bulan. Saya juga tidak bertanya subjeknya, hanya menuruti pikiran saya sendiri . Kondisi saya yang sedang lelah membuat saya kurang tanggap dengan keadaan.

Dalam kehidupan sehari-hari, Kesalahpahaman komunikasi begitu sering terjadi. Setiap orang punya pikiran yang berbeda untuk benda yang sama, contohnya kalau saya bilang “apel”. Di pikiran setiap pembaca, apelnya bisa beda-beda. Ada yang terbayang apel Washington, Apel Malang, Apel Fuji, Apel Hijau, Apel Manalagi, Apel terpotong, Apel busuk, Apel yang dikupas, Apel digigit, gambar apel, dan lain-lain. Dari semua itu tidak ada yang salah. Begitu juga kalau saya bilang “duh birunya bagus, ya....!” Dalam pikiran saya saat ini, adalah birunya laut. Pembaca bisa berpikir, birunya langit, baju biru, mobil biru atau benda-benda yang lain yang terlintas di pikirannya dan berwarna biru.

Tanpa kita sadari di dalam berkomunikasi dengan orang-orang di sekitar kita, seperti suami/istri, anak, murid, pembantu, atasan/bawahan, atau siapa saja. Kita beranggapan bahwa lawan bicara kita sudah harus tahu apa yang kita maksudkan, apa yang kita inginkan. Kalau salah, kita berusaha menghakimi. Seolah tidak peduli dengan ucapan kita, gitu aja kok tidak tahu sih! Sikap menghakimi adalah buruk, karena menimbulkan jarak diantara 2 orang yang berkomunikasi di saat persepsinya berbeda. Dalam hal ini tidak ada yang salah. Masih lebih baik kalau hal seperti ini menimbulkan perbincangan yang mengarahpada penyelesaian, pada beberapa kasus hal-hal seperti ini putus di tengah jalan. Kedua belah pihak tak ingin memabahasnya lagi dan dianggap tidak perlu, lupakan saja. Dianggap selesai, tetapi masing-masing pihak masih mendongkol hatinya. Kalau ditumpuk, akan makin menggunung. Lama-kelamaan bisa sebesar Gunung Kelud. Sudah tahu kan kalau Gunung Kelud meletus, hampir se- Jawa kena imbasnya! Sama dengan persoalan komunikasi.

Bertanya yang menyelamatkan

Sebuah informasi sebaiknya disampaikan tidak secara sepotong-sepotong, karena akan menimbulkan kesalahpahaman yang dapat berakibat buruk dalam suatu hubungan. Bila memang kita tidak tahu, sebaiknya bertanya. Bagi yang ditanya, juga perlu dengan senang hati menjawab. Ketidaktahuan itu bukan bodoh, kok! Bertanya bukan bodoh juga! Begitu juga di saat hati kita diliputi rasa curiga, bertanya akan menyelamatkan. Daripada membuat opini di pikiran kita sendiri dan mengembangkan opini tersebut mengikuti pikiran dan perasaan kita, yang ternyata sangat jauh dari kenyataannya. Itu namanya kita membuat kesalahan baru.

Bertanya dapat membuka pintu komunikasi, sementara menyatakan dugaan menutup pintu komunikasi dan berpeluang membuka konflik.

Oalah..... saya dapat pelajaran dari coklat-keju!

Selamat berakhir pekan....

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun