Mohon tunggu...
Abdul Susila
Abdul Susila Mohon Tunggu... Editor - Fanatik timnas Indonesia, pengagum Persija, pecinta sepak bola nasional

anak kampung sungai buaya yang tak punya apa-apa di jakarta selain teman dan keinginan untuk .....

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Nihilisme Piala Dunia U-20 2021 dan Penegasan Sepak Bola 3.0

28 November 2019   01:28 Diperbarui: 1 Desember 2019   23:54 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas Indonesia U-19 dalam sebuah pertandingan. Photo: Instagram PSSI 

Friedrich Nietzsche berpandangan, tak ada tujuan tunggal dalam hidup. Filsuf Jerman berkumis jamblang itu melihat moralitas sejati sukar diketahui dan etika sekuler adalah mustahil. Inilah yang biasanya disebut nihilisme.

Sepak bola juga menganut nihilisme.

Tak ada tujuan tunggal dalam sepak bola. Menang? Juara? Prestasi? Itu hanya sebagian kecil. Ada banyak tujuan dalam sepak bola. Salah sedikitnya, kita bisa mengutip perkataan Tan Malaka yang sering disadur, "Sepak bola adalah alat perjuangan."

Karenanya, Piala Dunia U-20 2021 yang akan berlangsung di Indonesia adalah nihilisme. Nihil bukan dalam artian filsafat, melainkan nihil dalam arti substantif. Secara etimologis, kaidah bahasa, nihil bermakna kosong sama sekali; tidak ada apa-apa: hasilnya; tidak ada yang tidak hadir. Secara substantif, Piala Dunia belum tentu berdampak positif bagi masa depan sepak bola Indonesia.

Sejak FIFA U-20 World Cup 2007 digelar, setelah sebelumnya bernama FIFA Youth Championship sejak 1977, ada tujuh negara yang telah menjadi tuan rumah. Ketujuhnya adalah Kanada (2007), Mesir (2009), Kolombia (2011), Turki (2013), Selandia Baru (2015), Korea Selatan (2017), dan Polandia (2019).

Apa yang diwariskan ketujuh negara itu bagi sepak bola mereka? Bisa panjang untuk menguraikannya satu persatu. Tetapi, satu benang merah yang bisa dipetik adalah tak terlalu banyak memberi dampak.

Oke. Satu contoh. Kanada, tuan rumah Piala Dunia U-20 2007, tak tampil dalam Olimpiade (timnas U-23) 2008, 2012, dan 2016, serta tak tampil dalam Piala Dunia 2010, 2014, juga 2018. Itu contoh yang mudah. Sedikit agak dalam, misalnya dari 21 nama skuat timnas Kanada U-20 2007, hanya satu nama yang mendunia, yakni Asmir Begovic, membela raksasa Inggris: Chelsea.

Bagi negara yang sepak bolanya sudah terkemuka, setidaknya di kawasan kontinental seperti Korea Selatan, Selandia Baru, dan Kolombia, jadi penegasan. 

Jadi tanda seru dari pemerintah setempat akan kemampuan ekonomi di tengah resesi yang terjadi. Tetapi bagi negara yang sepak bolanya biasa saja, ini hanya ambisi semu yang dibalut kebanggaan. Semu jika ...

+++

Dari saluran Youtube, dalam bincang-bicang antara Sholeh Solihun dengan Ahmad Syech Albar, satu pengetahuan saya dapat. Kedatangan Deep Purple pada Desember 1975, merevolusi industri panggung musik Indonesia. Itu kata vokalis God Bless tersebut. Mata industri musik Indonesia dibuat terbelalak.

Piala Dunia U-20 2021, kiranya juga demikian. Ajang yang sangat diimpikan anak-anak pengejar karier sepak bola ini adalah oase prestisius. Tetapi ia bukan kawah candradimuka. Bukan tempat menggembleng paling jitu.

Kompetisi tetaplah kawah candradimuka terbaik mencipta "Gatotkaca atau Gajahmada" pesepak bola. Lapangan berkualitas adalah jatung dan hati dari cita-cita untuk berkembang.

Seandainya Piala Dunia U-20 2021 hanya dijadikan sarana memperbaiki stadion yang telah megah menjadi lebih megah, plus menambah sejumlah lapangan pendukung di sekitar stadion, itu hanya akan jadi fatamorgana.

Sebuah pertandingan Liga Kompas U-14. Photo: Bolasport
Sebuah pertandingan Liga Kompas U-14. Photo: Bolasport

Lebih dari itu. Tuntutan lebih harus didengungkan. Sekiranya, jika saya boleh lebih songong --untuk hal ini bisa saja kita berbeda-- industri sepak bola 3.0 harus dikedepankan. Mengapa tidak langsung sepak bola 4.0? Terlalu visioner itu.

Indonesia masih ditahap 2.0 tetapi ingin langsung loncat ke 4.0? Itu mimpi. Bukan mustahil, tetapi sangat tidak realistis. Bukannya bakal mengimbangi atau mengejar mereka yang sudah ditaraf itu, tetapi sepertinya bakal terpeleset ke rimba belantara kekacauan.

Apa itu sepak bola 3.0? Tak ada teori pastinya. Mungkin, sepak bola yang menekankan pada pembinaan. Sepak bola usia muda yang menjadi akar klub profesional. 

Sepak bola, yang kalau mengacu buku panduan FIFA, fase menggembirakan, waktu mengasah teknik dasar, saat-saat mendisiplinkan kepribadian, sarana mengedepankan kecerdasan sepak bola (atlet), dan medan yang tepat untuk menanamkan sikap-sifat sportivitas, fair play, serta respek. Agak njlimet kan. Ehehe.

Ada berapa banyak klub sepak bola Indonesia? Ratusan atau bahkan lebih dari seribu mungkin. Tetapi berapa yang benar-benar serius dalam melakukan pembinaan? Banyak yang serius, namun tak banyak yang sesuai dengan kaidah-kaidah pembinaan. Apalagi fasilitas, bisa dihitung jari.

Apakah kualitas lapangan yang digunakan ribuan klub itu layak? Ah, tentu saja tidak. Tidak bisa itu dipungkiri itu. Sangat sulit menemukan lapangan bagus. Sambangilah kompetisi, turnamen, atau festival sepak bola usia muda. Lihat lapangannya. Itu sudah.

Mau berharapa banyak? Bisa. Kau akan menyebut Brasil sebagai contoh mungkin. Atau Argentina yang miskin itu. Bisa. Tetapi. Ada tapinya.

Bila dalam satu dekade terakhir PSSI lewat operator kompetisi mensubsidi klub untuk tim utama, paradigmanya kiranya dibalik. Misalkan, subsidi untuk klub sebesar Rp15 miliar, selayaknya Rp13 miliar di antaranya untuk kompetisi usia muda. Bukan sebaliliknya. Akankah dilakukan PSSI? Iya bila...

+++

Presiden Joko Widodo bermain bola. Photo: Tempo
Presiden Joko Widodo bermain bola. Photo: Tempo

Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Instruksi Presiden tentang Percepatan Pembangunan Sepak Bola Nasional. Awal tahun 2019 lalu: Februari. 

Seperti apa konsepnya? Belum jelas hingga kini. Atau mungkin masyarakat bawah macam kita belum dikasih tahu. Atau memang tak layak tahu. Mungkin.

Inginnya menuliskan ini-itu. Kudunya bla, bli, blu. Juga begini dan begitu. Nihil. Nihilisme. Selamat bertekur di rimba bagian ketiga. Sukses kiranya.*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun