Mohon tunggu...
Mairautami
Mairautami Mohon Tunggu... Kementerian Agama

Eksistensi seorang manusia dilihat dari Karyanya yang bermanfaat bagi orang lain.Mungkin keberadaanmu terlihat tapi hanya semu jika tak terasa kebermanfaatan mu bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semburat Pelangi Seusai Rintik Luka

29 Juli 2025   08:57 Diperbarui: 29 Juli 2025   08:57 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senja turun perlahan, menumpahkan cahaya keemasan yang muram ke lantai kantor itu.
Angin dari jendela Kantor Urusan Agama Karawang Timur berdesir pelan, membawa hawa dingin dan perasaan yang tak bisa dijelaskan. Di dalam ruangan mushola kecil yang sunyi itu, Maira duduk sendirian di mushola Kantor .

Tak ada suara, selain detak jarum jam yang terdengar begitu nyaring di tengah kesunyian sore itu.
Laptop tua di hadapannya menyala redup. Layar menampilkan lembaran kata-kata yang baru saja ia tulis: sepotong berita kegiatan penyuluhan kemarin, yang dia dokumentasikan dengan penuh cinta dan ketulusan.

Tak ada yang menyuruh.
Tak ada yang memberi honor.
Tak ada pula yang menunggu.

Tapi Maira tetap menulis.
Karena ia percaya, bahwa menulis kebaikan adalah cara kecil untuk mengabadikan cahaya yang kerap padam dalam hingar-bingar dunia. Ia percaya, setiap tulisan yang lahir dari hati... akan hidup lebih lama daripada jasadnya sendiri.

Sore itu, selepas ia membagikan tautan berita dan tulisan yang baru saja ia rampungkan dengan sepenuh hati di grup Penyuluh Agama, Maira meletakkan ponselnya di meja.
Ia menghela napas pelan. Ada rasa lega... sedikit kebanggaan yang sunyi---bukan karena ingin dipuji, tapi karena ia tahu: ia telah mengabadikan kebaikan hari itu dalam kalimat-kalimat yang jujur.

Tapi kedamaian itu tak bertahan lama.

Ponselnya tiba-tiba bergetar.
Satu pesan masuk.
Kemudian dua.
Lalu tiga.

Dibacanya pelan-pelan.
Pesan dari Kurtubi. Rekan penyuluh agamanya
Nada tulisannya ringan, tapi menyimpan beban yang menusuk.
Sebuah pertanyaan yang terdengar sederhana tapi terasa menyindir:

"Bu, bikin tulisan gitu dapet honor ya? Kok rajin banget?"

Maira terdiam. Matanya menatap kosong ke layar. Jantungnya terasa berat. Jari-jarinya dingin.
Dan saat ia membalas dengan tenang bahwa tak ada honor apa-apa, Kurtubi kembali mengirimkan pesan---kali ini dengan nada bercanda yang justru menampar hati yang sedang lelah:

"Oh... jadi nggak dapet apa-apa ya? Ya udahlah... kalo suatu saat dapet reward atau penghargaan, kabarin ya, siapa tahu aku juga mau ikutan kirim."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun