Ramadan semakin matang saja, tinggal beberapa hari lagi meninggalkan kita atau mungkin kita yang duluan meninggalkan Ramadan. Tidak ada yang tahu dan tak usah dicari tahu. Semua masih misteri seperti kita yang sampai saat ini---atas rahmat Allah---masih terjaga puasa.
Meski godaannya tidak mudah. Bahkan sebelum ramadan sudah panik dulaun, bagaimana beraktivitas dennga perut kosong. Terlepas dari itu, ramadan menyisakan misteri aneh yang membuat kita merenung. Kenapa anak sekecil lima sampai enam tahun mampu bertahan puasa, kalah jauh sama mereka yang mengaku sudah dewasa. Bahkan, ada usia tiga tahun tetap berusaha, kuat bertahan menjalani puasanya.
Meski sering merengek, sering menangis dan merajuk. Tapi tetap puasa. Betapa aneh, ada yang paruh baya---badannya masih kuat, pikirannya masih segar dan rajin mengumpulkan nafkah di kegersangan siang yang menggigit , sudah berapa puasanya bolong karena alasan "tidak kuat" karena letih.
Puasa ini memang punya misteri.
Misalnya, saudara iparnya adik saya, anaknya masih berusia 3-4 tahun. Dari hari pertama sampai sekarang masih terjaga puasanya, kadang suka digodain sama adik saya diberi cemilan, eh itu bocah menjawab, "Gak bolehlah Umi, masa puasa makan," gitu katanya.
Di bulan puasa ini memang aneh, kenapa banyak dari kita mengeluh terlalu banyak pengeluaran di banding hari biasanya. Kita banyak yang merasa, di bulan ini banyak sekali daftar keungan yang menumpuk. Ekonomi keluarga tengah deficit anggaran.
Tubuh kita menyusut, kenapa uang di kantong pun ikut pula menjerit? Padahal dipikir-pikir, kita malam cuma di malam hari, itu pun degan porsi yang tidak sama seperti hari biasa. Pas buka dan sahur, selebihnya hanya pelengkap saja. Kok bisa-bisa deficit?
Apakah Ramadan memang bulan yang membuat deficit? Apa kita saja yang salah memahami makna dan defisini Ramadan selama ini? Kita misalnya masih berpikir, Ramadan tentang menahan lapar dan haus siang hari. Menahan gejolak syahwat meski pada isterinya sendiri.
Kita belum berpikir, Ramadan ini momen bukan sekedar rutin memikirkan perpindahan jadwal isi perut. Seharusnya Ramadan itu, meminjam istilah Guru Gembul kehilangan makna. Berbeda kita memahami Ramadan di masa lampau dan di masa sekarang.
Kalau Ramadan dulu, dimaknai sebagai melatih kepekaan kita kepada orang yang kelaparan, miskin, lemah, papa dan sendiri alias jomblo akut. Bagaimana siang perut terasa menyanyi dengan Simponi dan tubuh terasa lemas lagi bergetar. Di saat mana kita pun harus ikhtiar berkerja menjemput takdir rejeki.