"Aduh sayang! Pemuda sekarang berlenggang-lenggok, berasa diri gagah dan elok. Ulama Auliya diolok-olok. Belum bertaji sudah berkokok."
— Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
Kutipan ini bukan sekadar bait puitis, tapi sebuah cermin tajam yang mengingatkan kita—khususnya para pemuda—agar tidak mudah terjebak dalam sikap merasa cukup padahal belum layak. Dalam dunia yang semakin cepat, di mana informasi tersebar dalam hitungan detik dan ketenaran bisa diraih dengan sekejap, munculnya generasi yang “berkokok sebelum bertaji” menjadi kenyataan yang menyedihkan.
1. Makna Simbolik: Bertaji dan Berkokok
Dalam dunia ayam jantan, “bertaji” berarti telah matang dan siap untuk menunjukkan keberanian atau kepemimpinan. Sedangkan “berkokok” adalah simbol klaim atas dominasi atau kehebatan. Dalam analogi ini, Maulana Syaikh hendak mengingatkan: jangan tergesa mengklaim kehebatan, bila kedalaman ilmu, keikhlasan amal, dan kematangan jiwa belum terbentuk.
2. Kritik Lembut tapi Dalam
Rasa kecewa yang terucap dalam “Aduh sayang!” adalah ekspresi kasih sayang seorang guru terhadap generasi penerusnya. Bukan hinaan, melainkan harapan—agar pemuda tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga rendah hati dan menghormati warisan keilmuan para ulama dan auliya. Dalam Tafsir Al-Mishbah, Quraish Shihab menjelaskan bahwa ilmu dan adab harus berjalan beriringan. Tanpa adab, ilmu bisa menjadi bumerang.
3. Pentingnya Merendah untuk Belajar
Firman Allah Swt.:
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras seperti kerasnya suara sebagian kamu kepada sebagian yang lain, agar tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari."
(QS. Al-Hujurat: 2)
Ayat ini bukan hanya menyoroti adab kepada Nabi Muhammad ﷺ secara langsung, tetapi juga menjadi dasar kuat dalam pembentukan etika terhadap para pewaris Nabi, yakni para ulama. Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini mencerminkan pentingnya sikap rendah hati dan adab dalam berhadapan dengan orang yang memiliki ilmu dan kedudukan, terutama dalam konteks keilmuan dan dakwah.
Dalam dunia kepemudaan saat ini, sikap "berkokok sebelum bertaji" menggambarkan fenomena arogansi intelektual dan minimnya rasa hormat terhadap otoritas keilmuan dan pengalaman. Banyak pemuda yang merasa telah mengetahui segalanya, bahkan dengan mudah meremehkan petuah dan warisan ulama. Ayat ini memberi peringatan halus namun tajam, bahwa sikap yang tidak beradab kepada Nabi—dan secara luas kepada pemimpin atau ulama—bisa berujung pada hilangnya nilai amal, sebagaimana yang dikhawatirkan dalam wasiat sastra tersebut.