gadis yang sedang duduk di sebuah kafe sambil melambaikan tangan dan menunjuk-nunjuk kursi kosong di depannya.
"Hey, sini! sini!" kataAku mengamati wajahnya namun terasa asing. Aku tidak merasa pernah mengenal gadis ini. "Siapa sih," batinku. Kenapa dia ada di sana dan kenapa memanggilku untuk ke sana?
Saat mencoba mengingat-ingat sesuatu, lalu tersadar, kafe ini juga terasa asing. Jalanan dan orang-orang di sekelilingku, semuanya terasa sangat asing. Aku merasa belum pernah mengunjungi atau sekadar lewat jalan ini. Jalanannya tersusun dari blok, di belakangku ada air mancur dengan desain aneh, lalu di depan sana ada gadis sedang duduk menungguku menghampirinya.
Suasananya belum pernah aku rasakan sama sekali. Tapi, aku merasa pernah melihatnya entah di mana.
Tidak ada pilihan lain, aku harus menghampirinya. Kupikir dia pasti tau sesuatu atau dia memanggilku karena memang ingin menyampaikan sesuatu yang penting.
"Baiklah. Sekarang katakan, apa maumu?" aku langsung menanyakannya sambil meletakkan badanku di kursi yang ada di hadapannya. Dia hanya tersenyum sambil menatapku di seberang meja sana. Meja yang memisahkan kami masih kosong, sama seperti meja lain di kafe ini dan saat kuperhatikan lebih seksama terlihat bekas coretan dan guratan. Sayangnya aku tidak bisa membaca coretan yang ada. Hurufnya asing bagiku, dan karena itu pula aku menyebutnya coretan, bukan tulisan.
"Kau masih tidak bisa mengingatku? Baiklah kujelaskan semuanya," ujar gadis itu sebelum menjelaskan panjang lebar tentang dirinya dan hubungannya denganku. Dia mengaku pernah menjadi teman kuliahku, kita berdua sering kencan berdua, lalu akhirnya memutuskan untuk pacaran.
Tentang kafe ini, katanya dulu kita sering berkencan di sini. Menikmati hidangan ringan sambil melihat orang ramai berlalu-lalang. Naas, satu bulan setelah kami berpacaran terjadi ledakan di sini. Ketika itu terjadi aku sedang menunggunya di meja ini sedangkan dia sedang berada dalam bus yang melewati tempat ini setiap sepuluh menit sekali.Â
Dokter berhasil menyelamatkanku, tetapi tidak berhasil menyelamatkan ingatanku. Dia juga mengatakan hari ini bukan pertama kalinya kami bertemu di tempat ini setelah ledakan yang menghapus ingatanku itu. Alasannya membawaku ke sini adalah untuk mengembalikan ingatanku. Setidaknya ingatanku sebelum aku menjadi korban ledakan di sini.
Setelah mendengar penjelasannya aku kemudian memandangi wajahnya lekat-lekat. Kulihat matanya yang lebih sipit dari mataku, lalu rambutnya yang lurus sebahu dengan warna coklat kemerahan. Dia mengenakan jepit warna ungu di sebelah kanan. Hidungnya mungil dan tampak semakin mungil di antara pipinya yang indah. Bibirnya mungil cantik namun giginya tampak tidak terlalu rapi dan berlubang di depan.
"kringg...kriinnnggg...kriiinnnngggg,"