Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

10 Malam Terakhir Ramadan, Distorsi, dan Esensi

6 Mei 2021   21:06 Diperbarui: 7 Mei 2021   02:31 1566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya, kenikmatan beribadah yang seharusnya kita dapatkan. Kenikmatan shalat malam, tadarus Al Quran, bershalawat, berzikir, berdoa, dan bersimpuh kepada-Nya di keheningan malam yang seharusnya kita rasakan.

Namun sayangnya, distorsi nafsu menghalangi kita mereguk kenikmatan beribadah di sepuluh malam terakhir Ramadan ini. Euforia kedatangan hari raya membuat kita lupa akan esensi Ramadan yang sesungguhnya.

Ilustrasi shalat tarawih (Shutterstock/hikrcn via kompas.com)
Ilustrasi shalat tarawih (Shutterstock/hikrcn via kompas.com)

Esensi Ramadan

Dengan sikap kita yang mengikuti hawa nafsu ini, apakah lantas kita benar-benar sudah kehilangan esensi Ramadan? Apakah ini menjadi pertanda bahwa amalan kita selama Ramadan tertolak?

Kiranya, terlalu berlebihan jika kita menjustifikasinya seperti itu. Esensi Ramadan tak hanya ada di sepuluh malam terakhirnya. Ditolak atau diterima amalan seseorang pun tak ada yang mengetahuinya.

Esensi Ramadan yang sesungguhnya baru bisa terlihat di sebelas bulan setelahnya. Disaat kita mampu menjadi insan yang lebih baik setelah Ramadan usai, sejatinya kita telah mendapatkan esensi Ramadan sesungguhnya.

Ya, sepuluh malam terakhir memang puncaknya. Ibarat turnamen, sepuluh malam terakhir adalah babak finalnya, babak yang sangat menentukan apakah kita akan meraih juara atau pulang dengan kegagalan.

Namun, kalah dan menangnya, berhasil dan gagalnya  kita di babak final ini tidak bisa kita ketahui secara langsung. Hal ini sangat tergantung dengan seberapa ikhlas kita menghidupkan malam-malam terakhir di bulan mulia ini. 

Keikhlasan adanya di hati dan keikhlasan tak bisa diukur dengan kasat mata. Keikhlasan sejati hanya bisa diusahakan dengan penuh kesungguhan hati dalam beribadah.

Meskipun kita tak bisa sungguh-sungguh menghidupkan sepuluh malam terakhir ini, tidak berarti bahwa kita tidak akan mendapatkan esensi Ramadan, tidak berarti bahwa amalan kita di bulan ini akan tertolak.

Begitu banyak hidangan yang diberikan Allah SWT di bulan mulia ini. Bagaimanapun keadaannya, bagi mereka yang telah berusaha dengan kesungguhan hati pastinya akan mendapatkan keberkahannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun