Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menjadi "Super Parents" yang Terus Belajar

28 Maret 2021   08:44 Diperbarui: 28 Maret 2021   10:51 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Super Parents (SHUTTERSTOCK via kompas.com)

"Sepatu anak itu semestinya dipakaikan ke anak, bukan untuk dipakaikan ke ibunya," itu yang dikatakan Ibu Auliya Ulil Irsyadiyah, M.Psi., Psikolog untuk menutup sesi School of Parents Class hari pertama yang mengangkat tema "How to be Super Parents".

Kegiatan webinar parenting ini digagas oleh eduparents, divisi orangtua dari konsultan pendidikan eduversal. Kegiatan ini bertujuan memberikan pengetahuan dasar parenting kepada guru yang mengajar di sekolah yang bermitra dengan eduversal.

Kehendak Orangtua

Menurut saya, kalimat penutup yang dikatakan narasumber terasa begitu mengena. Terkadang orangtua memang terlalu memaksakan kehendak kepada anaknya. Misalnya, orangtua terkadang memaksakan anaknya untuk mengikuti kursus ini dan itu, padahal anaknya sendiri tidak menginginkannya.

Hal ini yang perlu dihindari. Seharusnya tugas orangtua adalah memfasilitasi anak untuk belajar apapun hal baik yang ingin dipelajari anaknya. 

Ketika orangtua memaksakan kehendaknya, sejatinya orangtua sedang menyulitkan dirinya sendiri. Anak yang terbiasa mengikuti kehendak orangtua akan mengalami kekurangan kepercayaan diri dan kemandirian. Akhirnya, anak akan sangat tergantung dengan orangtuanya.

Lantas, apa yang seharusnya orangtua lakukan? Untuk menjawabnya, saya akan mencoba memberikan contoh dengan analogi lego. 

Orangtua bisa membelikan mainan lego untuk anaknya, lalu orangtua memberikan contoh bentuk-bentuk yang bisa dibuat dengan lego tersebut. 

Kemudian, anak akan memilih sendiri bentuk apa yang ingin ia buat. Sesudahnya, tugas orangtua adalah mengawasi dan membimbing anak dalam membuat bentuk yang dia inginkan tersebut.

Namun, sudah pastinya tidak melulu orangtua akan memberikan kebebasan memilih kepada anak. Ada saatnya orangtua bersikap demokratis. 

Maksudnya, orangtua juga bisa memberikan arahan kepada anak sebelum si anak memilih apa yang ia inginkan. Misalnya, orangtua perlu bersikap demokratis dalam pemilihan sekolah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun