Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Mengambil Poin Era Post-truth, Pandemi, PPKM, dan Kisah Nasruddin Hoja

10 Januari 2021   10:50 Diperbarui: 10 Agustus 2021   07:57 1354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi post truth.(SHUTTERSTOCK/ FRANKHH via kompas.com)

Artinya, "ketertarikan kepada emosi" lebih berpengaruh daripada "fakta objektif", sebagaimana kamus Oxford mendefinisikan istilah tersebut, dan kebenaran itu sendiri telah "menjadi tidak relevan".

Ketika kita memperhatikan post-truth, penting untuk mempertimbangkan cara tertentu di mana kebenaran direlatifkan. Secara implisit atau eksplisit, penyangkalan kebenaran biasanya akan menyebabkan pemikiran teoritis konspirasi (conspiracy-theoretical thinking).

Banyak teori konspirasi yang timbul di dunia. Yang sangat menyita perhatian publik adalah teori konspirasi politik terkait peristiwa Brexit dan terpilihnya Trump sebagai presiden Amerika Serikat (AS) pada pemilihan presiden (pilpres) AS tahun 2016.

Teori konspirasi politik terkait Presiden Trump bahkan berlanjut sampai pada hari ini. Pada pilpres AS yang dilakukan November 2020 lalu, calon incumbent Trump dinyatakan kalah dari pesaingnya Joe Biden. Trump tidak menerima hasil pilpres dan melakukan provokasi dan hasutan di media sosial.  

Para pendukung garis keras Trump pun terhasut dan melakukan kerusuhan. Di hari ketika kemenangan Joe Biden akan disahkan, para perusuh menyerbu Gedung Capitol Hill tempat Kongres AS akan melakukan pengesahan. Sebuah peristiwa yang sangat memalukan bagi negara demokrasi terbesar di dunia tersebut.

Selang satu hari dari peristiwa itu, beberapa akun media sosial Presiden Trump ditutup. Alasannya, akun-akun tersebut menyebarkan hasutan dan berita yang belum terbukti kebenarannya. 

Inilah efek dari era informasi post-truth yang mengancam keberlangsungan perdamaian di kehidupan kita.

Era Post-truth di Masa Pandemi

Dilansir dari laman duckofminerva.com, sebuah situs yang fokus kepada politik dunia dari perspektif akademik, yang menjelaskan, "Keraguan dan skeptisisme terhadap laporan "resmi" tentang krisis kesehatan saat ini begitu meluas sehingga Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres baru-baru ini menyatakan bahwa dunia harus memerangi tidak hanya pandemi korona, tetapi juga "misinfo-demic", mengingat istilah yang diciptakan pada tahun 2003 selama wabah SARS."[1]

Di era post-truth ini, misinfo-demic sangat rentan terjadi dan akan menimbulkan teori-teori konspirasi tentang pandemi. Beberapa bahkan telah muncul, seperti:

Apakah virus Corona benar-benar berasal dari pasar hewan di kota Wuhan di China?

Bukankah itu berasal dari laboratorium militer rahasia China, seperti yang diklaim oleh teori konspirasi di awal?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun