Mohon tunggu...
Mahfudz Tejani
Mahfudz Tejani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bapak 2 anak yang terdampar di Kuala Lumpur

Seorang yang Nasionalis, Saat ini sedang mencari tujuan hidup di Kuli Batu Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur. Pernah bermimpi hidup dalam sebuah negara ybernama Nusantara. Dan juga sering meluahkan rasa di : www.mahfudztejani.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Halal Bihalal, Tradisi Indonesia untuk Menguatkan Bangsa

25 Mei 2020   07:14 Diperbarui: 25 Mei 2020   08:18 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sebuah tradisi Indonesia yang dilakukan setelah Hari Raya. Tradisi ini bernuansa islami yang lahir dari kultur bangsa Indonesia. Tradisi yang terus dilakukan orang Indonesia meskipun di perantauan, tradisi itu bernama "Halal Bihalal".

Sebuah kegiatan yang dilaksanakan secara bersama-sama selepas bulan puasa dalam suasana Idul Fitri, sebagai sarana silaturrahim dan bermaaf-maafan antar sesama.

Ternyata tradisi silaturrahim ini bermula, diniatkan untuk menyatukan bangsa Indonesia dari perpecahan. Digagas oleh Sang Proklamator, Bung Karno bersama KH. Hasbullah Wahab, salah satu ulama cerdas dan berpandangan modern kala itu.

Pada masa awal kemerdekaan, Bangsa Indonesia mengalami tekanan dari penjajah Belanda, yang ingin menguasai kembali tanah koloninya. Disamping itu, Indonesia dilanda pemberontakan dari dalam untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada tahun 1948, pemberontakan yang memaksakan ideologi seperti Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang dipimpin Kartosuwiryo, meletus di Jawa Barat. Kemudian di Madiun, Jawa Timur, pemberontakan PKI dipimpin oleh Muso juga terjadi.

Suasana bangsa Indonesia berada diambang perpecahan (disintegrasi bangsa). Apalagi antar elit politik kala itu, banyak terjadi gesekan dan tidak sepemahaman. Melihat situasi dan kondisi seperti ini, membuat Presiden Sukarno kwatir dan risau.

Maka pada pertengahan Ramadan 1948 (1367 H), Bung Karno memanggil KH Wahab Hasbullah ke Istana Negara, untuk meminta pendapat dan nasehatnya, agar situasi politik Indonesia yang tidak sehat segera teratasi.

KH. Wahab Hasbullah menyarankan agar diadakan silaturrahim nasional, karena sebentar lagi hari raya Idul Fitri akan tiba. Orang Islam disunnahkan bersilaturrahim dan bermaaf-maafan.

Namun Presiden Sukarno kurang setuju menggunakan istilah "Silaturrahim Nasional." karena istilah itu terkesan biasa digunakan dan kurang menarik perhatian.

Kemudian KH. Wahab Hasbullah menyarankan agar menggunakan istilah "Halal Bihalal". Alasannya, karena para elit politik tidak mau bersatu, dan mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa, dan dosa itu haram.

Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan dan saling menghalalkan. Sehingga silaturrahim nanti kita pakai istilah "Halal Bihalal"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun