Mohon tunggu...
Mahendra Paripurna
Mahendra Paripurna Mohon Tunggu... Administrasi - Berkarya di Swasta

Pekerja Penyuka Tulis Baca, Pecinta Jalan Kaki dan Transportasi Umum yang Mencoba Menatap Langit

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Wahai Ayah, Kenangan Apa yang Ingin Kau Wariskan untuk Bekal Putrimu Bercerita?

25 Oktober 2020   20:52 Diperbarui: 28 Oktober 2020   10:15 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Daniela Dimitrova dari Pixabay

Perjalanan hidup bersama putri cantikku di mulai setelah 2 tahun pernikahan bersama istriku.

Aku memang menunda 1 tahun memiliki anak untuk mempersiapkan dana dan kebutuhan untuk kelahiran anakku. Karena aku tahu biaya persalinan lumayan mahal apalagi jika sampai melakukan operasi caesar. 

Maklum aku hanyalah pegawai rendahan walau saat itu istriku juga masih bekerja untuk sekedar membantu kehidupan keluarga. Karena belum memiliki rumah sendiri aku masih tinggal bersama ibuku beserta 2 saudaraku. Kakakku kebetulan sudah pindah rumah karena sudah membeli rumah di daerah Jonggol.

Proses kelahiran putriku tergolong sulit. Sebelumnya bidan tempat memeriksakan kehamilan sudah memprediksi hal ini.

Dari hasil usg janin bayiku berukuran besar di atas 4 kg beratnya. Karena itu aku memutuskan untuk membawa istriku langsung ke RS. Muhammadiyah di sekitar Pasar Mayestik Jakarta Selatan yang memiliki fasilitas kesehatan lebih lengkap. Tak terbayang jika tetap di bidan andai terjadi kondisi darurat harus memboyong juga istriku mencari rumah sakit nantinya.

Jika berdasarkan perhitungan dokter saat itu memang sudah waktunya. Karena ini adalah anak pertama, aku sangat ingin istriku bisa melahirkan secara normal, selain faktor biaya aku juga mendengar proses kelahiran anak pertama akan menentukan bagaimana proses kelahiran berikutnya.

Sejak awal aku sudah izin untuk ambil cuti dari tempat kerjaku demi mendampingi istriku melahirkan. Aku tak peduli berapa lama nanti proses persalinannya. Kepada dokter yang menangani aku sudah meminta untuk mengusahakan agar anakku bisa lahir secara normal.

Sampai beberapa hari kemudian ternyata istriku masih belum juga merasakan mulas. Dokter juga sudah mulai melakukan berbagai cara metode induksi di antaranya kateter balon hingga suntikan induksi agar bisa terjadi kontraksi dan pembukaan rahim.

Pada hari itu mungkin sudah hampir seminggu istriku di rumah sakit. Tapi belum ada perkembangan yang berarti. Detak jantung bayiku yang terus dipantau terlihat mulai melemah dan istriku juga sudah mulai mengalami pecah ketuban tapi belum ada tanda kontraksi. 

Dokter sudah menjelaskan resiko terburuk yang terjadi jika tetap berkeras ingin lahir normal. Dengan berbagai pertimbangan dan melihat kondisi istri yang juga kian mengkhawatirkan, aku dan istri memutuskan untuk memilih operasi caesar. Sayang aku tak diperbolehkan untuk memasuki ruang operasi.

Sebelum operasi dimulai dokter sudah meminta istriku untuk meminta maaf dan berpamitan kepadaku. Momen ini terasa mengharukan seakan aku harus menyerahkan nasib istri dan anakku di tangan dokter aku harus siap seandainya operasinya gagal mungkin salah satu ada yang harus dikalahkan, nyawa istriku atau nyawa anakku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun