Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menghalau Orang Sirik

16 Juli 2018   21:29 Diperbarui: 16 Juli 2018   22:19 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: deviantart.com

"Heh... dia itu apa sih, mentang-mentang begini mentang-mentang begitu." "Halaah, itu biasa saja, apa istimewanya? Kadar kaya begitu".

Begitu kira-kira ungkapan-ungkapan yang secara langsung atau tidak langsung sering terdengar dalam merespons apa yang dilakukan oleh kita atau orang lain. Ungkapan yang sebenarnya tidak begitu menyakitkan, tetapi mengusik atmosfer ketenangan hati dan psikologis.

Setiap hari, hidup selalu dilingkupi oleh polusi mental psikologis yang sama sekali tidak ada gunanya. Ketika mental kekurangan suplai "anti oksidan", kondisi rawan akan menyerang dan membuat suasana hati tidak stabil dan mental menjadi labil. Yang tadinya sedang tenang tiba-tiba terusik. Yang tadinya adem ayem tiba-tiba berisik.

Misalkan melakukan sesuatu yang menurut kita wajar, tetapi menurut seseorang tidak wajar dan memicu protesnya, tentu sangat menjengkelkan. Ya kalau itu menyangkut kepentingan orang lain dan merugikan. Jika tidak ada hubungannya terus dinilai sebagai yang menyimpang padahal biasa-biasa saja, rasa-rasanya hati menjadi mendidih.

Apakah hal itu merupakan fakta bahwa ada orang "resek" terhadap yang dilakukan orang lain? Atau memang yang dilakukan tersebut menggores rasa kenyamanan orang lain? Dua-duanya bisa menjadi setting keadaan menjengkelkan tersebut.

Mikroskop Itu Bernama Sirik

Ada ungkapan, "sirik tanda tak mampu." Sirik di sini bukan berarti menyekutukan Tuhan, tetapi perasaan iri dan tidak suka dengan yang dilakukan orang tanpa alasan dan argumen yang jelas.

Sirik biasanya tidak rasional dan tidak jelas alasannya. Paling jauh orang akan mencari-cari alasan agar sikap tersebut tampak seolah benar adanya. Kamuflase kekurangan dirinya dan rasionalisasi terhadap sedikit kejanggalan, selalu menjadi strategi jitu di kalangan orang-orang sirik.

Di mata orang yang sirik, kebenaran "segede gaban" pun tidak akan tampak. Sebaliknya, kesalahan atau kejanggalan sekecil bakteri pun akan menjadi seperti tampak di atas mikroskop elektron dengan  skala pembesaran 1:1.000.000. Begitu dahsyatnya sikap sirik ini bisa membuat peristiwa kecil menjadi membesar di luar fakta dan hukum logika yang sebenarnya.

Bagi pelakunya, sirik adalah virus pembunuh yang pelan-pelan akan menggerogoti integritas dirinya. Tanpa sadar orang sirik biasanya menampakkan wajah kecut dan ungkapan-ungkapan yang tidak simpatik. Mirip oknum politisi yang selalu nyinyir dengan lawan politiknya.

Sebaliknya, bagi yang terpapar dan jadi korban, sirik merupakan polusi mental dan psikologis yang mesti disikapi dengan wajar. Walaupun secara naluri manusia tidak bisa serta merta bersikap wajar dalam menghadapi polusi mental ini. Respons seimbang atau reaksi berlebihan terkadang mencuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun