Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Imperatif Kategoris Mulai Terkikis

14 Februari 2018   17:28 Diperbarui: 14 Februari 2018   19:58 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (nrp.org)

Bahkan justru karena sudah dianggap akrab, maka membalas kebaikan seseorang menjadi seperti tidak lagi diperlukan. Menganggap karena seseorang sudah begitu kenal dengan dirinya, maka "melupakan kebaikannya" pun dianggap wajar.

Sebaliknya, sedikit saja seseorang dianggap menyinggung perasaannya, maka reaksi berlebihan akan mengiringinya. Tidak peduli apakah dia teman, saudara atau guru sekalipun. Tidak peduli apakah dia selama ini baik dengan kita atau tidak.

Redupnya Moral Imperatif Kategoris

Immanuel Kant, seorang filosof Jerman pernah mengemukakan konsep "kewajiban moral bawaan" (imperatif kategoris) yang ada di dalam diri manusia. Konsep filsafat yang mengatakan bahwa dalam diri manusia ada takaran, ada ukuran yang mengharuskan seseorang melakukan kebaikan tanpa harus diperintahkan.

Meminjam bahasa agama, mungkin kewajiban ini mirip-mirip dengan istilah yang dikenal dengan sebutan "fitrah manusia"; sebuah kondisi di mana pada awal mulanya manusia itu baik dan cenderung kepada kebaikan bahkan cenderung untuk beragama.

Darinya manusia sebenarnya dalam batas-batas tertentu akan mampu untuk bertindak baik kepada sesamanya. Kemampuan bawaan yang tidak harus dikukuhkan oleh dalil-dalil apa pun. Kemampuan yang menjadi "template moral" di dalam diri manusia.

Namun, seiring dengan pertumbuhan diri, kewajiban moral bawaan tersebut terkadang "melemah dan hilang" kekuatannya. Ia terkalahkan oleh berbagai motif dan kepentingan yang melekat dan tumbuh bersamaan di dalam diri seseorang. Keinginan untuk berkuasa, keinginan untuk menjadi populer, keinginan untuk menjadi juara dan dorongan keinginan lainnya, sering menekan dan menenggelamkan rasa kewajiban moral yang ada.

Akibatnya, stimulus kebaikan yang muncul di sekelilingnya sudah tidak mampu lagi untuk memantik perasaan kewajiban tersebut muncul ke permukaan. Lenyap sudah kewajiban-kewajiban moral ini dan digantikan dengan sikap cuek dan acuh tidak acuh yang berlebihan.

Jika hanya sebatas cuek, mungkin tidak mengakibatkan terkoyaknya rasa keadilan yang sesungguhnya. Hal berbeda akan terjadi apabila ketiadaan rasa kewajiban moral ini digantikan oleh "kewajiban balas dendam" terhadap sikap dan perbuatan orang lain yang dianggap menyerempet harga dirinya.

Terjadilah peristiwa-peristiwa yang mengenaskan di sekitar kita. Bukan hanya sikap cuek terhadap sesama, tetapi "balas dendam" yang melebihi porsi dan kewajaran. Istilahnya, lu jual gue beli. Tetapi harga yang harus dibayarkan sudah sangat melebihi rasa keadilan dan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.

Melemahnya Pengaruh Moral Institusional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun