Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sabda Kodok: Terima Kasih dan Lompatan Kuantum

3 Februari 2018   14:04 Diperbarui: 3 Februari 2018   14:50 1985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kodok sedang melakukan yoga (maxpixel.freegreatpicture.com)

Kak...kok...kak...kok..kuang..kong..kung..kong, atau apa pun bunyi kodok yang sering kita dengar. Kita mendengarnya di siang hari atau di malam hari. Kita mendengar di samping rumah, di pinggir kali atau di sawah. Tetapi bunyi itu hanya sering kita dengar ketika musim hujan.

Sangat amat jarang kita mendengar kodok bernyanyi di musim kemarau. Paling-paling kita mendengarkan nyanyian tersebut ketika membuka Youtube atau rekaman lagu anak tentang kodok. Begitulah adanya dan kenyataannya dari Sang Kodok.

Kodok adalah makhluk amfibi. Dia bisa hidup di darat atau di air. Tuhan telah membuatnya demikian. Tidak peduli hujan atau kemarau, sifat kodok tetap Istiqomah dan konsisten seperti demikian.

Kodok dan Kejujuran Berterima Kasih

Di saat musim kemarau, kodok tidak banyak berbunyi. Ia diam menghayati dan merenungi kemarau panjang. Ia tidak protes atau melakukan salat meminta hujan. Baginya, pergantian musim sudah amat dimengerti dan dihayati.

Keadaan demikian tidak membuatnya mengeluh untuk terus melompat ke sana kemari mencari makan. Lompatan yang akan membuatnya tetap bisa bertahan dan melanjutkan kehidupan. Istimewanya kodok ini seakan tidak pernah lelah untuk melompat.

Ketika musim hujan tiba, kodok tahu diri terhadap penciptanya. Sesegera dia mengucapkan terima kasih dengan bahasa yang dikuasainya; bahasa kodok tentunya. Berdengunglah suara kodok hampir di setiap sudut tanah yang basah terkena air hujan.

Mereka bergembira ria menyanyi tak kenal lelah. Mengucapkan rasa syukur atas hujan dan berkah air melimpah. Sesekali mereka diam untuk mengumpulkan tenaga dalam rangka melanjutkan pujian-pujian kepada Tuhan.

Manusia tidak harus sombong jika merasa diri banyak zikir di masjid atau wiridan setelah sembahyang. Manusia terkadang harus ada undangan pengajian jika ia mau hadir. Manusia terkadang harus ada amplop jika dia ingin bertausiyah dalam pengajian.

Tidak demikian halnya dengan kodok. Tidak ada undangan tidak menjadi masalah untuknya mengumandangkan pengajian ala kodok. Tidak ada amplop tidak menjadi masalah baginya untuk naik ke mimbar pematang sawah dalam rangka memimpin pujian kepada Tuhannya.

Kodok tidak terikat dengan kepentingan ekonomi, jabatan atau popularitas dalam menjalankan peranannya sebagai makhluk Tuhan. Makhluk dengan segala sifat, perilaku dan nilai-nilai kekodokan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun