Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Teknologi Modern, Tradisi dan Pikiran sebagai Sarana untuk "Menjadi"

18 Januari 2018   13:21 Diperbarui: 18 Januari 2018   13:46 2159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: dokumen pribadi)

Ternyata, tidak ada satu aktivitas manusia di dunia ini yang berdiri sendiri tanpa bersinggungan dan berdampingan dengan yang lain. Tidak ada "monogami kegiatan", yang ada adalah "poligami" mutlak dan serentak. Satu elemen bersinergi dengan elemen lainnya kemudian menghasilkan sebuah karya dalam beragam bentuknya.

Ketika merangkai tulisan ini, di depanku terdapat beberapa perangkat dan benda pendukung yang membuatku melahirkan untaian kata dan kalimat ini. Ada laptop dan HP sebagai produk teknologi warisan zaman modern. Ada internet sebagai perantara dan "kurir komunikasi". Ada segelas jus alpukat sebagai minuman tradisional dan yang terpenting ada imajinasi sebagai bagian dari "aku yang mengada", Cogito Ergo Sum kalau menurut Rene Descartes sang filosof rasionalis.

Tak ketinggalan, di balik laptop tadi, ada sebungkus rokok tersembunyi yang merupakan representasi dari gayaku sebagai seorang lelaki.  Gaya yang banyak mendapat kecaman dari para dokter dan ahli kesehatan termasuk pemerintah. Tapi tunggu dulu, walaupun barang tersebut menuai kecaman, bukankah menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, suntikan dana BPJS sejumlah 5 triliun berasal dari cukai benda itu. Ah... ini sekedar apologi pribadi saja supaya kecanduan benda tadi mendapatkan legitimasi.

Teknologi Modern

Laptop, HP dan internet adalah produk teknologi kekinian. Orang sering menyebutnya sebagai hasil produksi zaman modern (walaupun sekarang katanya sudah memasuki zaman informasi). Modernitas merupakan keniscayaan sejarah yang lahir di Eropa dan Dunia Barat. Lahir karena kesadaran manusia untuk kembali kepada "kekuatan dan kemampuannya" sebagai makhluk dengan rasio dan intelek.

Kata modern berasal dari bahasa latin "modernus" yang diambil dari kata "modo" yang berarti "baru saja" dan "sekarang ini". Dalam kamus Webster, kata "modern" mengandung beberapa arti, di antaranya adalah "masa kini" (present) atau periode yang membentang dari masa lalu (sekitar tahun 1500-an) sampai masa sekarang.

Sementara itu dalam Encyclopaedia of Religion, modern didefinisikan sebagai istilah korelatif yang berarti sesuatu yang baru sebagai lawan dari yang kuno.  Selain itu ia juga berarti sesuatu yang bersifat inovatif sebagai kebalikan dari yang tradisional.

Kata modern ini mengadaptasi dan mencakup suatu metode, ide, dan teknik yang dianggap mutakhir. Dalam konteks peradaban dan kehidupan sosial, kata modern ditandai oleh dua ciri utama, yaitu rasionalisasi (cara berpikir yang rasional) dan teknikalisasi (cara bertindak yang teknikal).

Beriring-iringan dengan lahirnya zaman tersebut, gerakan revolusi Perancis, revolusi industri, gerakan enlightenment, gerakan aufklarung merupakan penyebab dan sekaligus akibat dari kesadaran baru manusia pada masa itu. Hasilnya adalah perubahan drastis dalam hampir semua aspek dan bidang kehidupan manusia.

Pengaruhnya merembes mulai dari sistem politik dengan munculnya demokrasi dan nasionalisme, sistem ekonomi dengan lahirnya kapitalisme yang pada akhirnya mendorong pada munculnya kolonialisme. Sebuah gerakan yang sempat "menyengsarakan" bangsa kita selama 350 tahun lamanya di saat bangsa kita masih berkutat dengan dunia kerajaan dan sistem kepercayaan yang non rasional atau irasional (di mata mereka).

Kini efek domino dari zaman modern tersebut sudah sampai ke pelosok dunia, merasuki nafas dan atmosfer kita. Termasuk ke desa di mana tulisan ini dibuat di sebuah rumah pinggir sawah yang jauh dari hiruk pikuk kota metropolitan seperti Jakarta. Begitulah keniscayaan zaman yang tidak mungkin bisa kita hindari. Yang bisa kita lakukan adalah beradaptasi sebaik mungkin; bukan penolakan atau vonis negatif lain berbau keyakinan keagamaan yang mengharamkan dan mengkafirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun