Realitas di lapangan memang banyak ditemukan pencitraan yang membabi buta, tanpa mengenal etika. Tak melakukan tapi dicitrakan melakukan.
Dalam konteks keuntungan mungkin tak menjadi persoalan, tapi dalam konteks moralitas dan pendidikan politik kepada masyarakat jelas ini pembodohan dan merusak demokrasi sekaligus membuat citra public relation menjadi buruk.
Padahal public relation adalah bagian entry point dalam studi di kalangan akademisi. Menurut penulis, peran public relation harus dikembalikan kepada fungsinya yang hakiki.
Benar bahwa public relation adalah bicara lobi dan negoisasi, tetapi bukan berarti melabrak semua etika dan norma termasuk aturan yang ada. Peran public relation harus menjadi daya tarik sebagai skill yang mulia bukan peran yang semata-mata demi uang.
Citrakanlah apa yang dilakukan, kemaslah aktivitas branding dengan apik dan tampilkan dengan baik, tetapi bukan membodohi publik. Sebab jika ini dilanjutkan maka secara tidak langsung kita telah mendidik generasi bangsa ini menjadi generasi pembohong dan pembual.
Pencitraan yang dilakukan public relation memang suatu keharusan agar publik mengerti dan memahami apa yang dilakukan sehingga diharapkan akan menimbulkan simpati dan memberikan dukungan kepada kita.
Jadi, public relation bukanlah tukang sihir yang melakukan tipu muslihat dan tipu daya kepada masyarakat.