Mohon tunggu...
Minami
Minami Mohon Tunggu... pegawai negeri -

@maharsiana

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Wajah Kompasiana dan Penghuninya, Dulu dan Sekarang

28 Januari 2011   15:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:06 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_87830" align="aligncenter" width="640" caption="Kompasiana Tampilan Awal (Admin dok)"][/caption]

Banyak pepatah yang berlaku di dunia nyata juga cocok untuk dunia maya.

Suatu hari, filosof Yunani Kuno Heraklitos pergi jalan-jalan menyusuri sungai. Mirip anak kecil yang suka bermain batu dan air, si Heraklitos mencoba memasukkan batu ke dalam sungai. Dia berpikir bahwa batu yang dimasukkannya ke dalam sungai bisa dikatakan "berubah" karena batu itu pada hakekatnya berbeda dengan batu beberapa menit sebelumnya. Dia melihat bahwa batu itu dilingkupi tempat (space) dan waktu (tempo) yang berubah. Tidak mungkin batu itu sama pada setiap waktu dan tempat, karena waktu dan tempat itu sendiri berubah, pikirnya. Dari pengamatan itu kemudian dia menarik simpulan bahwasanya, "pada dasarnya semua yang ada di alam semesta itu berubah" dan "tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri".

Ada satu lagi ungkapan terkait dengan bahasan tentang kompasiana saat ini, yakni “sejarah selalu berulang.” Oleh karena itu, kini saya ingin membahas tentang kedua hal tersebut.

Seiring perkembangan waktu yang terus melaju tanpa henti, kompasiana telah banyak berbenah dan berubah, baik tampilan wajah web maupun individu-individu penghuninya. Warna tulisan dan anggota baru banyak yang bermunculan. Saya sendiri kini ‘berusia’ setahun lebih sebulan di sini, masih sangat belia, artinya belum banyak pengalaman hidup untuk bertahan hidup. Buktinya, kini saya tidak seeksis awal-awal bergabung di kompasiana sebagaimana masa dulu. Saya cukup menjadi silent reader, hanya sesekali memberi komen dan menulis seperlunya (tanpa analisis yang njlimet).

[caption id="attachment_87531" align="alignleft" width="300" caption="Para aktifis kompasiana, dari dulu hingga sekarang (koleksi Omjay)"]

12962293761940984395
12962293761940984395
[/caption]

Gesekan antar-kompasianer

Dulu, saat saya memposting wacana politik dan sosial hampir setiap hari, banyak pro kontra yang timbul, saya pun terus terang menikmatinya, entah senang atau pun susah (membalas komen satu per satu, hehe). Saya amati dan hafali setiap kompasianer yang komen di lapak saya, baik yang pro maupun kontra, baik yang sopan maupun yang kasar, baik pria apalagi yang wanita (hehe).

Pernah saya memiliki ‘partner’ diskusi yang spartan dan militan di bidang wacana politis. Saya dianggap pro-SBY, sedangkan dirinya dianggap anti-SBY. Intinya, hampir setiap hari kami berbalas tulisan, dalam artian kami berdiskusi secara sehat, meski kadang tetap membawa urusan pribadi. Bagi rekan-rekan yang belum lama bergabung di kompasiana, mungkin nama kami tidak masuk dalam memori Anda. Sekedar berbagi, nama saya Minami dan namanya Faizal Assegaf. Masing-masing kami memiliki ‘pendukung’ fanatik (hehe).

Tidak jarang tulisan-tulisan kami mengisi kolom Terpopuler, tapi jarang yang masuk Headline. Nah, di sinilah perubahan wajah kompasiana itu terdeteksi. Dulu, tulisan apa saja yang dibaca lebih banyak orang, otomotis akan masuk kolom Terpopuler, adapun kolom Headlines khusus yang terpilih oleh Admin. Perlakuan ini membuat kompasianers berlomba membuat postingan yang bombastis dari segi judul, muatan, dan kalau perlu yang menjurus ke selangkangan. Di sinilah kehebatan demokrasi ala kompasiners, asal banyak dipilih pembaca, namanya akan moncer dan menjadi populer di ranah kompasiana. Entah kalau di dunia nyata (selain komunitas kompasianers).

Akhirnya, perseteruan kami terhenti setelah sahabat diskusi saya tadi akunnya diblokir Admin karena berani mengkritik tajam bos besar kompasiana dan grup kompas. Akibatnya, saya seperti kehilangan sahabat sejati, tak ada lagi retorika, omong kosong, dan ribut-ribut di kompasiana setelah upaya saya ‘melobi’ Admin untuk membuka blokir Faizal Assegaf tidak digubris mereka. Saya pun jadi sedikit paham makna demokrasi di kompasiana (dan dunia nyata tentunya).

Kini, hari ini saya membaca ada perseteruan serupa tengah memanas di kompasiana. Saya mengenal nama akunnya sebagai Erianto Anas (EA) dan Zuragan Qripix (ZQ). Kalau tidak salah perseteruan mereka seputar ideologis, agama, dan perkara pribadi, mohon maaf jika salah karena saya kurang intens mengikuti perkembangan terkini. Saya lihat dari profilnya, keduanya lebih ‘junior’ dari kami yang telah lama membuka akun di kompasiana sebagai anak kos, istilah kompasianer senior Prayitno Ramelan dan Linda Djalil. Namun, keduanya kini menjadi daya tarik tersendiri bagi seluruh penghuni kompasiana, termasuk yang dulu suka ‘mampir’ di postingan-postingan saya.

Bukannya ingin memberi saran kepada EA dan ZQ, sekedar berbagi pengalaman barangkali. Hingga kini saya masih suka mengingat masa-masa perdebatan kusir ala Minami dan Faizal Assegaf. Namun, semua gesekan pribadi tadi terselesaikan saat kami bertemu pada acara kopi daratan kompasianers di Taman Ismail Marzuki sekitar bulan April 2010 yang digagas bang Rismanaceh, Mariska Lubis, Babeh Helmi, Engkong Ragile, Kit Rose, LH, dan lain-lain. Kala itu, semua seperti tidak pernah ada apa-apa sebagaimana terjadi di dunia maya. Bahkan, saya ditraktir secara ekslusif oleh Faizal Assegaf dan ngobrol ngalor-ngidul sampai malam hari. Hingga kini, kami masih komunikasi meski kurang intensif dikarenakan kesibukan masing-masing.

Siapa tahu Erianto Anas dan kawan-kawan mau mengajak Zuragan Qripix dan kawan-kawan untuk berkopi daratan ceria di suatu tempat. Agendanya tentu untuk membahas wacana apa yang akan menjadi pokok perdebatan selanjutnya di kompasiana,hehe..

Dan untuk kru kompasiana, selamat atas perubahan evolusioner sejauh ini, jujur saya masih enjoy dengan tampilan kompasiana lama, lebih praktis dan pragmatis, apa adanya. Namun, toh masih banyak yang protes, jadi ya saya ikuti arus kompasiana saja, namanya juga hanya menumpang. Lagian, saya juga bukan pendukung status quo. Barangkali cukup sekian tulisan saya yang abal-abal ini, kalau tidak bermanfaat sudah saya duga sebelumnya.

Selamat malam semuanya, have a nice week end!

Catatan memori:

Foto Candid Kopdar Kompasiana 10.4.10 di TIM (episode I)

Foto Candid Kopdar Kompasiana 10.4.10 di TIM (episode II)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun