Mohon tunggu...
Minami
Minami Mohon Tunggu... pegawai negeri -

@maharsiana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Sejarah Rok Mini dan Kisah Kebijakan Walikota di Italia

9 Oktober 2011   16:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:09 1787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_134805" align="alignleft" width="300" caption="Salah dua peminat rok mini (foto indonesiaindonesia.com)"][/caption] Menyimpan suatu hal atau benda untuk jangka waktu yang lama memang menimbulkan ketidaktenangan tersendiri bagi pelakunya. Berbulan-bulan menahan hasrat mengungkapkan pikiran, pada akhirnya tak terbendung juga untuk menuliskannya. Sekian lama terbebani dengan rutinitas kesibukan kerja dan tinggal di kota besar memang menimbulkan kerinduan yang luar biasa untuk kembali bertegur sapa dengan para pembaca yang budiman. Mudah-mudahan saat ini adalah waktu yang tepat untuk menyapa penghuni kompasiana di manapun Anda berada.

Tak mudah memang memulai hal lama yang sudah lama tidak kita lakukan. Apalagi ketika membahas sesuatu yang sudah bukan menjadi isu panas lagi. Sama seperti makan sup yang sudah mulai mendingin, terasa hambar. Oleh karenanya, semoga tulisan ini sudah tidak terlalu dingin-dingin amat mengingat kejadiannya belum genap sebulan lalu.

Kontroversi Rok Mini dan Sejarahnya

Minggu (18/9/2011) sore sekitar pukul 15.00 WIB, puluhan perempuan yang memakai rok mini menggelar aksi di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat,. Mereka membawa poster dan spanduk besar dalam kegiatan yang cukup menyita perhatian pengguna jalan itu. Petugas kebersihan yang bertugas di sekitar Bundaran HI menghentikan aktivitasnya demi melihat aksi para demonstran. Pengendara kendaraan yang melintas pun melambatkan kendaraannya. Sementara itu puluhan polisi mengawal aksi yang dipicu pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo yang terkesan menyalahkan korban perkosaan akibat berpakaian seksi salah satunya dengan memakai rok mini.

Biarlah masalah itu menjadi urusan yang berwenang, kita bisa menjadi penonton yang baik dengan tidak menambah panas masalah. Sekedar mengetahui kapan mulai ngetren pakai itu barangkali bisa menambah wawasan kita. Secara pastinya, tidak ada yang tahu siapa penemu model pakaian seksi yang kini sangat mendunia ini, terutama di negara-negara sekuler semacam Eropa Barat, Amerika, Australia, dan Asia Timur. Salah satu sumber menyatakan rok mini juga dikembangkan oleh desainer Prancis André Courrèges (lahir 1923) dan desainer Inggris John Bates (lahir 1938), sehingga ada ketidaksepakatan mengenai siapa yang memiliki ide pertama mengenai rok mini. Namun, Mary Quant-lah yang dianggap berperan besar mempopulerkan rok mini.

Desainer dan ikon mode Inggris Mary Quant (lahir 1934) mengklaim pakaian jenis itu sangat praktis dan membebaskan, yang memungkinkan perempuan mampu bergerak dengan leluasa, bahkan saat mengendarai kendaraan. Menurut website www.randomhistory.com dalam tulisan “Fashion Revolution: A History of the Miniskirt,” tahun 1960-an adalah dekade revolusi dan perubahan. Apollo 11 menjadi kapsul pertama yang mendarat di bulan, Undang-Undang Hak Sipil di Amerika diberlakukan pada 1964, Perang Vietnam berkecamuk, Beatles-mania sedang menyapu dunia, pil KB mewabah ke masyarakat. Di tengah-tengah perubahan politik dan budaya yang dramatis muncul salah satu ikon yang paling abadi dan kontroversial: rok mini.

Pada 1960, protes-protes pemuda dan tuntutan untuk mengekspresikan diri mengungkapkan bahwa orang dewasa muda memperoleh kesadaran diri sebagai kelompok yang berbeda dan terpadu yang mampu menanggapi peristiwa politik dengan cara berbeda dari orangtua mereka. Anak-anak muda merasa tidak lagi butuh untuk mengikuti aturan moralitas borjuis dan tata krama, yang mereka anggap berstandar ganda. Karena entitas politik muda memperoleh suara, mereka menciptakan ruang untuk busana baru dan khas yang mencerminkan pandangan politik mereka sendiri, bukan orangtua mereka. Boleh dikatakan, dekade ‘60-an adalah pestanya kaum liberal, alternatif di samping hegemoni komunis yang sedah menghinggapi pikiran-pikiran anak muda negara dunia ketiga.

[caption id="attachment_134807" align="alignleft" width="300" caption="Wow..."][/caption] Kesadaran feminisme juga membuka jalan bagi cara yang berbeda untuk perempuan. Sebagai contoh, pada 1963, Betty Friedan menerbitkan The Feminine Mystique yang mendekonstruksi mitos ibu rumah tangga bahagia dan menyatakan keinginan perempuan untuk mengeksplorasi peran dan potensi mereka. Selain itu, pada 1960-an menunjukkan peningkatan perempuan masuk universitas dan memasuki dunia kerja. Gambaran seorang perempuan mulai bergeser secara dramatis dari seorang istri dan ibu menjadi seorang gadis, muda lajang, riang dan bangga akan seksualitasnya dan percaya diri dengan kekuatannya. “Rok mini akan mengungkapkan dan berfungsi sebagai alat untuk gerakan perempuan yang sedang bertumbuh,” tulis Random History.

Karena posisi Mary Quant yang berpengaruh di “Swinging London”, pusat busana dan budaya di Carnaby Street, London pada 1960-an, rok mini mampu menyebar dan menjadi sebuah tren internasional melalui acara-acara peragaan busana. Terutama ketika model tenar Jean Shrimpton, mengenakan rok mini tanpa stoking, topi, atau sarung tangan di Melbourne Cup Carnival, Australia, 30 Oktober 1965.

Kebijakan Walikota di Naples, Italia terkait Rok Mini

Anomali di tengah negara-negara Eropa dan Barat yang serba permisif, misalnya dalam hal cara berpakaian, seorang walikota yang baru sehari dilantik langsung membuat gebrakan maut bagi kaum liberal dan feminisme di Kota Castellammare di Stabia, Provinsi Naples, Italia. Pasalnya, tepat setahun yang lalu, Walikota Luigi Bobbio telah membuat peraturan yang melarang warga (khusus perempuan, mungkin laki-laki diperbolehkan) memakai rok mini, mulai berlaku pada hari Selasa 26 Oktober 2010. Para pelanggar akan didenda sekitar Rp 3 juta. Selain itu, wanita yang menggunakan pakaian dengan belahan payudara terbuka juga akan didenda. Aturan tersebut merupakan salah satu dari 41 kebijakan kesopanan publik yang dicanangkan Sang Walikota.

Menurut pejabat lokal Angela Cortese, aturan tersebut menunjukkan bahwa perempuan tidak lebih dari sekadar bangku yang bisa diukur tinggi dan lebarnya. Dia juga sangat marah dengan pimpinan gereja setempat yang bernama Pendeta Don Paolo Cecere, yang memuji tindakan pemerintah memberlakukan aturan tersebut. Sebelumnya, Pendeta Paolo mengatakan, aturan tersebut akan mengurangi jumlah kasus kekerasan seksual yang dialami kaum perempuan. Wakil Ketua Komisi Lembaga Persamaan Hak, Ilaria Perrelli juga mengutarakan kekecewaannya. "Ini jauh lebih buruk dari keadaan di penjara di mana petugas perempuan memeriksa pakaian tahanan wanita," ucapnya.

Ilustrasi Sederhana

Tak usah jauh-jauh menggunakan logika kaum agamawan. Tiga contoh kasus:

1) Sebuah motor di pinggir jalan

Kunci sudah terpasang, mesin lalu menyala...

Pemilik masuk ke toilet umum...

Lewatlah seorang pria yang hendak jalan-jalan...

Terbit niat mencuri. Motor pun dicuri..

kesimpulan : yang salah pencuri dan pemilik motor. Adil khan?

2) Cewek muda bahenol pakai baju seksi

Tengah malam lewat gang sepi, sendirian, pakai rok mini dan baju tembus pandang...

Lewat di depan sekumpulan pemuda yang sedang nongkrong. Terbit niat para pemuda untuk melakukan pelecehan seks --> terjadilah perkosaan...

kesimpulan : yang salah wanita dan para pemuda. Adil khan?

3) Kisah pemuda dan buku bekas

Datanglah seorang pemuda ke Toko Buku Gramedia..

Dipilah-pilah buku-buku di sana, lalu dipilihlah salah satu judul buku..

Di antara dua buku yang sama judulnya, satu sudah terbuka plastik pelindungnya, tentu sudah dibaca orang berulang kali oleh orang lain untuk sekedar mengetahui kilasan isi bukunya. Satu buku lainnya masih tertutup rapat plastik pelindung.

kesimpulan: anda sendiri mungkin tahu buku mana yang dipilih pemuda tadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun