Tampaknya di negeri ini, bukan cuma manusia yang bisa pindah tugas. Titik koordinat pun bisa berpindah alamat.
Itulah yang terjadi di Bitung, Sulawesi Utara. Sebidang lahan yang selama bertahun-tahun tenang, lengkap dengan SPPT, Surat Keterangan Kepemilikan, Nomor Induk Bidang (NIB), dan bahkan tidak sedang bersengketa - mendadak "bergeser" di peta.
Pemilik lahan terkejut bukan main ketika membuka aplikasi Sentuh Tanahku. Titik koordinat tanahnya sudah berubah. Sertifikat milik orang lain - yang sebelumnya berada di lokasi berbeda - kini "menyusup" tepat di atas lahannya.
Yang lebih mengejutkan lagi: perubahan itu terjadi dalam hitungan jam.
Pagi hari, kabar yang diterima, seorang oknum pegawai (ASN) dari sebuah lembaga negara datang ke Kantor Pertanahan (BPN). Siangnya, titik koordinat sudah pindah.
Lahan berpindah di peta - tapi bukan karena gempa bumi, bukan karena longsor, dan tentu bukan karena Tuhan menggeser daratan. Tapi karena tangan manusia.
 Tanah yang Bisa Dipindah dengan Klik
Saya mencoba memahami logika di balik peristiwa ini.
BPN punya sistem digital bernama Sentuh Tanahku untuk transparansi. Masyarakat bisa tahu letak tanahnya secara akurat lewat titik koordinat. Prinsipnya sederhana: satu bidang tanah, satu titik koordinat, satu pemilik.
Tapi di Bitung, prinsip itu diuji.
Seorang warga yang memiliki sertifikat tanah (SHM) lama - tahun 2004 - datang ke BPN. Ia ingin "menyesuaikan koordinat". Padahal, di lokasi yang baru itu sudah ada bidang tanah lain dengan NIB terbit tahun 2021.
Sang pemohon tidak membawa surat resmi perubahan batas. Tidak ada berita acara pengukuran ulang. Tapi koordinat bisa berubah.
Sampai akhirnya pemilik lahan lama melapor, dan pihak BPN buru-buru memblokir.
"Petugas mengaku diarahkan oleh pemohon," kata Kusmayadi, warga yang mendampingi pemilik lahan tersebut. "Mereka akhirnya sadar tindakannya bisa berakibat pidana."