Di sebuah lautan fiksi, bendera hitam itu berkibar robek-robek. Tengkorak tersenyum lebar, memakai topi jerami. Tampak lucu, tapi juga menantang. Itulah bendera bajak laut Topi Jerami --- yang di dunia nyata justru jadi simbol paling dicintai anak-anak muda, dari sudut kota Jakarta sampai gang sempit di Surabaya.
Saya membayangkan bagaimana Monkey D. Luffy, pemuda polos dan keras kepala itu, tertawa lebar saat pertama kali melihat bendera itu dijahit Usopp. Bendera itu bukan sekadar kain hitam. Ia adalah deklarasi. Pernyataan perang.
Bahwa kebebasan lebih berharga daripada hidup nyaman.
Pukulan di Sabaody dan teriakan "Aku ingin hidup!"
Saya selalu ingat adegan di Kepulauan Sabaody. Seorang bangsawan langit, Tenryuubito, menembak teman Luffy --- seekor manusia ikan. Semua orang ketakutan. Tapi Luffy hanya menurunkan topi jeraminya, mengencangkan rahang, dan memukul sang bangsawan hingga terpental.
Adegan itu viral. Bukan cuma di komik dan anime. Tapi juga di hati kita yang diam-diam juga muak pada arogansi kekuasaan.
Atau saat Nico Robin, seorang arkeolog yang seumur hidup dikejar karena "dosa" mengetahui sejarah terlarang, akhirnya berteriak, "Aku ingin hidup!" --- sesudah Luffy dan kawan-kawannya membakar bendera Pemerintah Dunia demi menyelamatkannya.
Inilah inti dari bendera Topi Jerami: menolak tunduk, meski lawanmu seluruh dunia.
Yang marah adalah para penindas
Lucunya, di cerita One Piece, Pemerintah Dunia justru paling marah kalau ada kapal mengibarkan bendera Topi Jerami. Bukan karena takut dirampok. Tapi karena mereka tahu bendera itu adalah simbol perlawanan: bahwa sistem yang mereka bangun dianggap rusak.
Di dunia nyata pun serupa. Mereka yang paling marah pada simbol perlawanan --- entah itu bendera, lagu, atau mural --- sering kali adalah mereka yang takut topengnya tersingkap.
Yang tersinggung, biasanya, adalah mereka yang diam-diam sadar bahwa merekalah penindasnya.
Tengkorak dengan topi jerami
Apa istimewanya gambar tengkorak bertopi jerami?
Topi jerami itu diwariskan. Dari Roger ke Shanks. Dari Shanks ke Luffy. Dari generasi ke generasi, bukan harta atau takhta yang diwariskan --- tapi tekad untuk tetap bebas, apa pun harga yang harus dibayar.
Dan tengkorak, bagi Luffy dan kawan-kawannya, bukan lambang kematian. Tapi pengingat bahwa hidup terlalu singkat untuk dijalani sebagai budak.
Simbol yang jadi cermin
Aneh, ya. Sebuah bendera bajak laut --- yang semestinya menakutkan --- justru jadi simbol harapan.
Dan anehnya lagi, ia justru jadi cermin. Ketika ada yang marah besar melihat bendera Topi Jerami, mereka seolah mengaku sendiri: "Ya, sayalah yang kalian lawan. Sayalah yang menindas."
Lalu, siapa yang lebih "bajak laut" sebenarnya? Luffy dan kawan-kawannya? Atau mereka yang selama ini duduk nyaman di istana marmer, sambil menindas yang lemah?
Di akhir cerita, bendera itu tetap berkibar. Robek, penuh lubang bekas peluru. Tapi justru di sanalah letak keindahannya. Karena ia tak pernah tunduk.
Dan mungkin, dalam hati kecil kita masing-masing, kita juga ingin punya "bendera hitam" sendiri --- yang mengingatkan: hidup ini milik kita. Bukan milik mereka yang merasa paling berkuasa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI