Natalius Pigai punya gagasan baru. Bukan sembarang gagasan. Ini tentang rekonsiliasi, tentang damai, tentang bagaimana Indonesia bisa tetap utuh meski bekas luka konflik masih terasa di banyak daerah. Namanya: Kampung Rekonsiliasi dan Perdamaian (Redam).
Menteri Hak Asasi Manusia itu menyampaikan rencananya di Jakarta, Rabu. Ia bicara panjang lebar tentang bagaimana negara harus hadir. Bukan hanya lewat pidato, bukan hanya lewat seruan moral. Tapi dalam bentuk nyata: kampung yang menjadi simbol rekonsiliasi.
"Di Indonesia ada cukup banyak daerah yang pernah terlibat konflik sosial. Baik yang dianggap sudah selesai, ataupun yang sewaktu-waktu bisa pecah lagi dalam skala kecil maupun besar. Kami ingin hadir dalam suatu bentuk atau model Kampung Redam yang lebih kuat lagi sehingga tercipta perdamaian dan keadilan," kata Pigai.
Dari Ambon sampai Papua
Pigai tahu, rekonsiliasi tak cukup dengan meminta maaf dan berjabat tangan. Luka lama harus dikelola. Trauma harus disembuhkan. Maka, tahap pertama adalah pemetaan.
Ambon, Aceh, Lampung, Poso, Kalimantan, Papua. Daerah-daerah ini pernah bergolak. Entah karena konflik agama, etnis, atau perebutan sumber daya. Ada juga konflik antar-geng di skala kampung yang sering berulang. Semua ini harus ditangani.
"Kami akan intervensi juga konflik sosial yang sifatnya lokal, skala kampung. Supaya ini menjadi model kampung yang mengedepankan rekonsiliasi dan mendorong semangat perdamaian," ujarnya.
Masyarakat Memimpin Perdamaian
Kampung Redam ini bukan proyek pemerintah yang sekadar membangun fisik. Bukan sekadar plang nama di depan gerbang. Ia harus dipimpin oleh masyarakat setempat. Orang-orang yang dulu terlibat konflik, yang dulu saling berhadapan di medan pertikaian, kini harus duduk bersama.
Akan ada sistem informasi yang bisa memantau kondisi sosial. Akan ada pembekalan nilai-nilai HAM. Dan yang menarik: akan ada monumen rekonsiliasi dan perdamaian.
Ini bukan sekadar tugu. Ini pengingat. Ini tanda bahwa di tempat itu, dulu, pernah ada luka. Tapi kini, luka itu sembuh. Bisa jadi, kelak, monumen itu juga menjadi destinasi wisata, seperti yang diimpikan Pigai.