Mohon tunggu...
Maharani Ilfa
Maharani Ilfa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sungai Brantas dan Semangat yang Mengapung di Atasnya

15 Agustus 2018   23:52 Diperbarui: 16 Agustus 2018   00:53 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana di atas getek ketika menyebrang Sungai Brantas/dokpri

Sebetulnya, mata pencarian utama mereka adalah berkebun dan berladang. Di daerah Tulungagung sendiri sudah dikenal sebagai sentral buah jeruk. Namun setiap musim panen tiba, petani di sini sering mengalami rugi. Penyebabnya karena hasil panen melimpah antar kebun malah membuat harga jualnya anjlok. Ini juga terjadi pada komoditas lain yang ditanam seperti belimbing dan kelengkeng.

Alasan ini yang membuat Mas Hari bertahan tetap sebagai penarik getek. Ia tidak ingin istrinya pergi ke luar negeri sebagai TKW. Tapi tubuh kurusnya juga tidak cukup kuat jika harus menjadi buruh kasar di kapal atau sebagai penambang batu. Alasan itu yang menjadi semangat bertahan selama puluhan tahun sebagai penarik getek.

Mas Hari enggan kepergian istrinya ke luar negeri hanya membuang waktu kebersamaan dengan keluarganya. Uang yang didapatkan istrinya akan habis untuk kebutuhan hidup setelah kepulangannya nanti.

Saya akhirnya penasaran bertanya tentang tarif yang dipatok sangat murah untuk sekali menyebrang. Padahal jika dibandingkan harga tersebut tidaklah sebanding dengan jumlah ongkos yang dikeluarkan jika tidak melewati jalan tembusan melalui Sungai Brantas ini. Atau alasan tidak menggunakan mesin motor pada perahunya agar tidak perlu menarik manual.

Getek dengan kapasitas yang sudah dapat memuat mobil tentu mempermudah warga kampung untuk mempercepat perjalanan mereka menuju kota lain. Terutama ketika membawa hasil panen jeruk, risiko kebusukan dapat diminimalisir, serta ongkos distribusi dapat ditekan.

Dalam skala yang lebih kecil, setiap harinya puluhan orang terbantu aktivitasnya karena keberadaan getek. Anak-anak sekolah dapat menyebrang lebih aman, pegawai kantoran tidak perlu terjebak macet, petani, serta pedagang kecil seperti tukang sayur gerobak sangat merasakan dampak dari keberadaan getek.

Lalu bayangkan jika tarif satu kali menyebrang mahal, ditambah dengan ongkos bahan bakar mesin perahu, berapa sisa uang anak sekolah? Berapa rupiah harga sayuran dan hasil tani harus dijual? Berapa banyak gaji orang setiap harinya terpotong untuk ongkos menyebrang? Harga murah saja di sini masih susah cari uang, bayangkan jika harus membebankan penumpang lagi, padahal mereka itu juga mayoritas menyebrang sungai dengan harapan mendapatkan uang yang lebih banyak lagi.

Saya terpaku mendengar jawaban Mas Hari. Zaman sekarang sikap enggan mengambil untung sebanyak-banyaknya sangat langka. Ia adalah satu potret kepolosan masyarakat desa.

Mas Hari bisa dikatakan adalah satu-satunya orang yang telaten menjadi penarik getek selama puluhan tahun. Kawannya banyak memilih pekerjaan lain. Tidak mudah menarik perahu sebesar itu dengan tangan kosong, tanpa menggunakan sarung tangan. Dan kegiatan ini berlangsung selama 24 jam.

Mas Hari dan dayung raksasanya/dokpri
Mas Hari dan dayung raksasanya/dokpri
Tapi saya yakin, karena semangat yang dimilikinya, bukan hanya saya yang belajar. Penumpang yang memiliki pertanyaan sama dengan saya sedikitnya pasti tertularkan pemikirannya. Tidak selamanya mengadu nasib di negeri orang adalah solusi dari pemecahan masalah ekonomi masyarakat desa.

Saya pribadi sudah merubah orientasi pemikiran masa pensiun yang nyaman itu dihabiskan di kampung. Jika memang ingin kembali ke kampung, kembalilah dengan membawa perubahan. Karena sejatinya masyarakat di kampung membutuhkan edukasi untuk memanfaatkan sumber daya yang potensial di daerahnya sehingga tidak perlu bekerja ke luar negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun