Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menipu Publik ‘Selesai’ dengan Minta Maaf

28 Mei 2011   10:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:07 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memaafkan kesalahan adalah perbuatan mulia. Akan tetapi seorang rekan kemudian melontarkan tanya: ‘’Melakukan perbuatan kesalahan yang berkadar disengaja untuk meraup keuntungan dengan menipu publik, apakah juga dapat dianggap ‘selesai’ hanya dengan menyatakan permohonan maaf?’’ [caption id="attachment_110808" align="aligncenter" width="600" caption="Ilust/gambar:google "][/caption]

Pertanyaan yang ikut menggelitik keingintahuan beberapa rekan lainnya, ternyata muncul setelah rekan penanya membaca iklan permohonan maaf yang dimuat di lembaran Klasika‘Harian Kompas’ dua hari berturut (Klasika, Kompas, 27 dan 28 Mei 2011).

Iklan sejenis ini, katanya, sudah seringkali dibacanya melalui sejumlah media cetak yang terbit di Jakarta maupun di daerah. Dan, pascapemuatan iklan permohonan maaf seperti itu, selama ini dia tidak pernah menemukan kelanjutan informasi adanya tuntutan hukum yang mengiringinya. ‘’Artinya, dapat ditarik kesimpulan sementara, setelah membuat iklan permohonan maaf, masalahnya dianggap telah selesai,’’ katanya.

Padahal menurut pemikirannya, seharusnya, sejumlah pihak termasuk pihak kepolisian segera bertindak mengamankan pihak yang secara nyata juga telah mengakui dirinya telah melakukan penipuan terhadap publik melalui iklan ‘Permohonan Maaf’ tersebut. [caption id="attachment_110807" align="alignright" width="432" caption="Iklan "][/caption]

Penasaran dengan bagaimana model ‘Permohonan Maaf’ yang dimasalahkan, seorang rekan lainnya kemudian membuka lembaran Klasika ‘Harian Kompas’ yang memuat iklan permohonan maat tersebut.

Ternyata, materi iklan ‘Permohonan Maaf’ yang dimaksudkan, berkaitan dengan permohonan maaf atas perbuatan pemalsuan merek suatu produk milik perusahaan lainnya. Model iklan ‘Permohonan Maaf’ yang sudah sering mewarnai media cetak di Indonesia, dilakukan oleh pemalsu produk terhadap pemilik produk yang dipalsukan.

Setelah mendengar penjelasan dan sejumlah alasan dari rekan yang ngotot terhadap iklan ‘Permohonan Maaf’ seperti itu, secara serempak kami pun larut dengan jalan pikirannya.

Mestinya, memang, pemalsuan yang dilakukan oleh suatu perusahaan terhadap produk perusahaan lainnya, tidak lantas selesai hanya dengan adanya ‘Permohonan Maaf’ kepada perusahaan pemegang atau pemilik merek yang dipalsukan.

Sekalipun pemegang atau pemilik merek yang dipalsukan tak melakukan penuntutan hukum lebih lanjut. Dalam kasus ‘Permohonan Maaf’ seperti ini pihak-pihak berkompeten, seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, penegak Undang-undang Hak Paten, Undang-undang Hak Cipta, serta pihak Kepolisian Republik Indonesia sudah harus segera bentindak karena pihak pembuat ‘Permohonan Maaf’ sekaligus secara tersurat maupun tersirat mengakui telah menipu konsumen di Indonesia dengan menjual atau memasarkan ‘Barang Palsu.’

Kehadiran model ‘Permohonan Maaf’ penipuan produk seperti itu tak perlu menunggu lagi adanya aduan dari masyarakat untuk segera ditindaki. Jika model penyelesain pemalsuaan produk seperti ini dibiarkan berlanjut, sama saja negara memberi peluang dilakukannya praktik penipuan terhadap publik konsumen di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun