Mohon tunggu...
Maftuhi Firdaus
Maftuhi Firdaus Mohon Tunggu... -

Ganggadata

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Adidaya Kedelai, Utopis?

13 Februari 2017   07:42 Diperbarui: 8 September 2017   07:11 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Maftuhi Firdaus

Email : Firdausmaftuhi@gmail.com

12 Februari 2017

Masyarakat Indonesia tentu sangat familiar dengan makanan berjenis tempe, tahu, dan pangan lainnya yang berbahan dasar kacang kedelai. Sebegitu familiarnya masyarakat Indonesia dengan produk olahan kedelai, sehingga menempatkan konsumsi tempe serta tahu pada makanan favorit masyarakat. 

Kedelai merupakan tanaman yang cocok tumbuh dan berkembang pada kawasan yang beriklim tropis. Tidak terkecuali Indonesia yang mendapatkan sinar matahari setahun penuh. Dengan melihat kondisi dimana kedelai menjadi salah satu komoditas yang penting di Indonesia, pertanian kedelai merupakan salah satu jawaban atas banyaknya konsumsi kedelai di Indonesia.

Dengan tinggi nya tingkat permintaan kedelai, sudah barang tentu petani kedelai memiliki tugas atas pemenuhan permintaan pasar akan kedelai. Namun hal ini bukanlah sesuatu yang mudah bagi Indonesia, dimana persaingan pasar akan kedelai begitu menrik diantara Negara Negara penghasil kedelai dianaranya America serta brazil. Dengan rata rata kepemilikan lahan pertanian oleh petani di Brazil lebih dari 1 ha, berbnding terbalik dengan Indonesia rata rata kepemilikan lahan hanya berbatas 0,3 ha pada setiap petani kedelai. 

Sulitnya petani mengkses lahan pertanian menjadi salah satu kendala, luas lahan kehutanan yang layak dijadikan lahan pertanian sebanyak 1,6 juta ha belum bisa disentuh atau diakses oleh petani. Dikarenakan rumitnya perizinan serta persainga dengan petani berkapital besar.

Saat ini produksi kedelai petani lokal sebesar 963.183 ton, dengan luas area pertanian kedelai 614.095 ha. Angka tersebut menyuut bila dibandingkan dengan tahun 2015, luas area pertanian kedelai mencapai 615.685 ha. Terjadi penurunan jumlah areal pertanian sebesar 1.000 ha. Ini merupakan konsukuensi logis bagi Indonesia yang menempatkan industri sebagai penopang ekonomi bangsa ketimbang sektor pertanian. Dengan angka produksi 963.183 ton, maka Indonesia harus mencukupi kekurangan konsumsi dalam negri dengan jalan impor. 

Jumlah impor pada tahun lalu menginjak angka 1.525.000 ton kedelai, karena angka konsumsi dalam negeri mencapai 2.500.000 ton setiap tahunnya. Ini bukan angka yang mengejutkan, karena angka ini acap kali muncul setiap tahunnya. Karena produksi lokal belum bsa mencukupi, maka impor menjadi solusi rutin tahunan.

Tanaman kedelai merupakan tanaman yang tumbuh pada wilayah tropis, dimana Indonesia merupakan salah satu Negara yang beriklim tropis dengan curah matahari setahun penuh. Dengan arti kata pertanian kedelai ini hanya perlu “memanen matahari” sebagai salah satu modal utama, maka Indonesia merupakan Negara yang tepat untuk tanaman ini. 

Akan tetapi pada kenyataannya Indonesia kalah dalam jumlah produksi oleh Negara Brazil yang sama sama beriklim tropis. Keuntungan mendapatkan curahan matahari ternyata tidak menjadikan Indonesia unggul dalam jumlah produksi dengan Negara lain. Keunggulan komparatif sudah seharusnya dikonversi menjadi keunggulan kompetitif bagi Indonesia.

Dengan kata lain sudah saatnya merubah pola pertanian dari “land base agriculture” menjadi “tropical base agriculture”, pertanian berbasis tropis. Maksudmya dengan keuntungan wilayah, sudah seharusnya pertaian Indonesia berbsis kewilayahan. Bukan pada luas jumlah wilayah pertanian, namun hasil yang didapatkan masih minim. Jilakau berbasis luas wilayah Indonesia menduduki posisi ke 16, dengan luas 191 juta ha, tertinggal jauh dengan rusia dengan jumlah luas wilayah 1.700 juta ha.

Oleh karena itu peralihan menjadi “tropical base agriculture” merupakan salah satu solusi atas permasaahan kedelai. Dalam mewujudkan pertanian berbasis tropis tentunya perlu cara yang tepat agar semua itu bisa dicapai, yakni dengan cara “human base agriculture” dan “technology base tropical agriculture”. Dengan membangun masyarakat yang gandrung akan pertanian serta didukung oleh tehnologi yang canggih dapat memacu geliat produksi kedelai dalam negeri. Itulah mengapa Brazil bisa memproduksi 2 kali lipat produksi nasional.

Namun hal ini pun perlu dukungan dri segala pihak, karena pertanian saat ini mendapatkan tantangan yang amat serius dari alih fungsi lahan pertanian menjadi perusahaan industri atau bangunan lain yang sifatnya komersil. Dengan melihat realita atas berkurangnya lahan pertanian 1.000 ha pertahun merupakan proyeksi atas ketidak berpihakan pemerintah kepada sector pertanian. Lahan pertanian yang dilindungi oleh UU Agraria pun tidak menjadi penghalang atas berdirinya hotel bahkan suatu kawasan industri. Hal yang memilukan bahwa pertumbuhan perekonomian harus mengorbankan sektor pertanian.

Padahal jika menelisik sejarah, Indonesia sudah terkenal dengan Negara agraris sejak abad ke-9 dengan perdangaan antara China dan Sriwijaya. Namun rasanya itu hanya catatan emas yang sekedar diceritakan kepada sanak saudara, bukan untuk dituliskan kembali. Oleh karena itu perlu keseriusan pemerintah dan semua pihak jikalau memang non-impor kedelai menjadi salah satu capaian kelak. Pengurangan jumlah alih fungsi lahan, dan pemberian tehkologi serta sumber daya kapital bagi masyarakat merupakan suatu hal yang terpenting. Sehingga adidaya kedelai bisa direalisasikan, bukan hanya sekedar impian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun