Pernah nggak sih kamu merasa bimbang saat harus mengambil keputusan, lalu akhirnya memilih jalan "yang penting sreg di hati"? Atau kamu pernah melihat seseorang menolak tawaran kerja bagus karena "perasaan nggak enak"? Tenang, kamu tidak sendiri.
Di Indonesia, cara kita mengambil keputusan seringkali tidak hanya berdasar logika atau data. Ada unsur perasaan, intuisi, bahkan spiritualitas yang ikut bermain. Dan ini bukan hal negatif---justru menarik jika dilihat dari sudut pandang psikologi budaya.
Rasional vs Intuitif: Mana yang Dominan?
Dalam psikologi kognitif, ada dua sistem pengambilan keputusan:
Sistem 1: Cepat, intuitif, berdasarkan emosi.
Sistem 2: Lambat, logis, penuh pertimbangan.
Orang Barat cenderung mengagungkan Sistem 2, tapi di budaya kolektif seperti Indonesia, Sistem 1 sering jadi raja. Kita besar di lingkungan yang mengajarkan untuk "ikut kata hati", menghormati omongan orang tua, atau mempertimbangkan "tanda-tanda".
Kenapa Orang Indonesia Sering Pakai Intuisi?
Ada beberapa faktor budaya yang membentuk ini:
Nilai Keharmonisan Sosial (rukun, nggak enak, sungkan):
Banyak keputusan diambil bukan yang terbaik untuk diri sendiri, tapi yang tidak menyinggung orang lain. Misalnya: menerima undangan walau lelah, karena takut dianggap tidak sopan.Pengaruh Spiritualitas dan Mistik:
Banyak yang percaya pada "tanda alam", tafsir mimpi, atau feeling yang muncul setelah sholat istikharah. Ini jadi acuan kuat dalam keputusan besar seperti pernikahan atau pindah kerja.-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!