Lihat pengalaman Tunisia pas Arab Spring 2011. Mereka berhasil menjatuhkan rezim Ben Ali karena elite pecah, oposisi bersatu, dan media global mendukung. Tapi tanpa konsolidasi kuat, Tunisia akhirnya kembali ke otoritarianisme.Â
Itu warning keras buat Indonesia. Kita ini jangan cuma bisa buka pintu, tapi juga siap mengelola ruangan setelah pintu terbuka.
Apa yang Bisa Dilakukan Gen-Z Indonesia?
Oke, setelah panjang lebar ngomongin risiko, sekarang waktunya kita simpulin. Kalau kita gak mau bernasib kayak Nepal, apa jalan tengah yang bisa ditempuh Gen-Z Indonesia?Â
Kuncinya ada pada strategi. Energi besar tanpa strategi hanya jadi kembang api. Indah sebentar, lalu hilang. Lihat aja tuh, influencer-influencer yang akhir Agustus kemarin bersikap nasionalis di media sosial, kemana mereka sekarang? Yang terlihat ujung-ujungnya cuma Ferry Irwandi lagi, Salsa Erwina lagi, sisanya kemana?
Di sinilah penting strategi jalan tengah. Strategi itu ibarat energi, bisa berubah jadi listrik yang menerangi jalan panjang perubahan.
1. Bangun Struktur Minimal
Gen-Z Indonesia gak perlu buru-buru bikin partai politik, tapi struktur koordinasi itu harga mati. Ingat teori resource mobilization? Gerakan hanya bisa sustain kalau punya organisasi, jaringan, dan distribusi peran.Â
Gen-Z bisa mulai dari hal kecil, seperti koalisi lintas kampus, komunitas digital dengan agenda jelas, atau forum rutin lintas kota.Â
Struktur ini kayak tulang punggung. Tanpanya, tubuh gerakan rapuh, gampang dipatahkan. Viral itu bagus, tapi viral tanpa wadah ibarat air tumpah yang deras sebentar, kemudian hilang meresap ke dalam tanah.
2. Fokus Isu Prioritas
Semua orang marah soal banyak hal, mulai dari biaya kuliah mahal, lapangan kerja sempit, sampai sensor digital. Tapi kalau semuanya diangkat sekaligus, publik jadi bingung, dan pemerintah dengan gampang bilang, "ini demo gak jelas."Â
Teori framing ngajarin kita bahwa isu harus dikemas tajam, sederhana, dan relatable. Misalnya,akses pendidikan layak, atau hak digital anak muda. Dengan fokus isu, tuntutan jadi sulit dibelokkan, dan gerakan punya identitas yang jelas.
Syukurnya kita sudah punya 17+8 Tuntutan. Memang baru beberapa yang diamini pemerintah, tapi setidaknya ini cukup menggambarkan Gen-Z ini jauh lebih proper dan bisa fokus pada isu-isu prioritas.