Mohon tunggu...
Mutia Ramadhani
Mutia Ramadhani Mohon Tunggu... Mutia Ramadhani

Certified author, eks-jurnalis ekonomi dan lingkungan, kini berperan sebagai full-time mom sekaligus novelis, blogger, dan content writer. Founder Rimbawan Menulis (Rimbalis) yang aktif mengeksplorasi dunia literasi dan isu lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Kalkulasi Ekonomi dari "Menunda Pernikahan" ala Gen Z

5 September 2025   20:06 Diperbarui: 9 September 2025   13:16 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tunda nikah muda demi kemapanan finansial (Foto ilustrasi: Freepik)

Pekan ini, aku menerima kabar pernikahan dari salah satu rekanku. Dia menikah di usia 37 tahun. Umurnya hanya terpaut beberapa tahun saja di bawahku. Bedanya, saat ini aku sudah 12 tahun menikah dan punya tiga anak, sementara dia baru memulai babak barunya.

Perbedaan ini bikin aku merenung. Di generasi orang tua kita, menikah muda seakan jadi norma. Tapi sekarang, terutama di kalangan Gen Z dan sebagian milenial, menunda pernikahan bukan lagi hal aneh. 

Ada yang sengaja fokus membangun karier, ada yang memilih menabung lebih lama demi kestabilan finansial, ada juga yang sekadar belum merasa perlu mengikat diri. Apa sih sebenarnya yang ada di balik keputusan menunda menikah itu? Apakah murni soal gaya hidup, atau justru soal kalkulasi ekonomi yang rasional?

Kalau kita telisik lebih dalam, keputusan menikah atau menunda menikah bukan cuma soal hati, tapi juga soal angka. Dari biaya resepsi, harga rumah yang meroket, hingga ongkos membesarkan anak, semua masuk ke dalam pertimbangan besar. 

Di sinilah aku merasa tertarik untuk membahas manajemen keuangan Gen Z dan sebagian milenial yang gak mau buru-buru menikah, terlebih menikah muda. 

"Kenapa sih Gen Z banyak yang gak mau buru-buru nikah?" Pertanyaan ini sering terdengar di meja makan keluarga, timeline X, atau bahkan jadi bahan ceramah motivasi. Jawabannya sebetulnya jauh lebih kompleks daripada sekadar "belum ketemu jodoh" atau "fokus karier dulu."

Generasi Z, yang lahir kira-kira antara 1997--2012, sedang tumbuh dalam lanskap ekonomi yang jauh berbeda dari generasi orang tua mereka. Biaya hidup melambung, harga rumah makin gak masuk akal, sementara pasar kerja penuh ketidakpastian. 

Di sisi lain, mereka juga punya akses lebih luas ke pengetahuan finansial, investasi, dan pilihan gaya hidup. Jadi ketika ditanya kenapa menunda nikah muda, jawaban utamanya justru ada di manajemen keuangan.

Realitas Ekonomi yang Menghantam Gen Z

Menurut Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, rata-rata pengeluaran riil per kapita di Indonesia pada 2024 mencapai Rp12,34 juta per orang per tahun, atau sekitar Rp1,03 juta per bulan. Angka ini mencakup kebutuhan makanan dan non-makanan, dengan porsi terbesar biasanya habis untuk makanan jadi, biaya tempat tinggal, dan fasilitas rumah tangga.

Memasuki 2025, rata-rata biaya konsumsi rumah tangga berbeda-beda tergantung kota dan definisi keluarga. Data BPS Triwulan II 2025 menunjukkan konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97%. Sebagai gambaran, untuk hidup nyaman di Jakarta dibutuhkan sekitar Rp14,8 juta per bulan per keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun