Kalau kita ngomong soal lapangan kerja di Indonesia, rasanya tuh kayak masuk rumah tua yang penuh pintu. Dari luar kelihatan kokoh, tapi begitu kita buka satu per satu, banyak yang berderit, rapuh, bahkan ada yang jebol.Â
Salah satu pintu paling rapuh itu bernama "buruh kontrak, honorer, dan outsourcing." Mereka ini adalah kelompok pekerja yang setiap kali ada badai ekonomi, jadi korban pertama. Krisis datang? Mereka yang dicoret duluan. Perusahaan lagi seret? Kontrak tak diperpanjang. Pemerintah lagi bongkar regulasi? Mereka kena imbas.
Saya sering menyebut kelompok ini sebagai "pekerja sekali pakai." Bukan karena mereka tidak punya keahlian ya, tapi karena sistem ketenagakerjaan kita memang memperlakukan mereka seperti itu.Â
Padahal, kalau kita mau jujur, justru mereka yang menggerakkan mesin ekonomi sehari-hari, mulai dari guru honorer yang mendidik anak-anak kita, karyawan retail yang berdiri 8 jam di balik kasir, sampai buruh pabrik yang kerja lembur demi produksi tak berhenti.
Hidup sebagai Buruh Kontrak
Mari kita lihat realitasnya. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2024 mencatat jumlah pekerja informal di Indonesia terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Kini, jumlahnya mencapai 84,13 juta orang atau sekitar 59,17% dari total penduduk yang bekerja.
Artinya, separuh pekerja Indonesia berada di posisi rawan. Mereka tidak ada jaminan kepastian kerja, gaji minim, dan perlindungan sosial terbatas.
Guru honorer contohnya. Mereka bisa mengajar bertahun-tahun, bahkan belasan tahun, dengan gaji ratusan ribu rupiah per bulan. Miris kan? Padahal mereka memegang kunci masa depan generasi bangsa. Belum lagi tenaga outsourcing di kantor-kantor BUMN. Dari satpam, cleaning service, sampai pegawai administrasi, status mereka bukan karyawan tetap.
Jadi meskipun sudah kerja puluhan tahun, tetap tidak punya hak yang sama dengan pegawai tetap. Mereka tidak ada pensiun, tidak ada jenjang karier jelas, dan yang paling menyakitkan, bisa di-PHK sewaktu-waktu.
Ketika krisis 2019--2020 akibat pandemi, siapa yang paling dulu dilepas? Ya mereka. Ketika krisis ekonomi global 2023 membuat banyak perusahaan start-up Indonesia gulung tikar, siapa yang jadi korban utama? Lagi-lagi mereka.
Masalahnya bukan cuma soal kontrak yang habis ya, gaes. Banyak perusahaan sengaja memutar otak agar bisa terus memakai tenaga kerja kontrak tanpa menjadikannya pegawai tetap. Caranya? Ya bikin sistem kontrak diperpanjang setahun sekali, atau pakai perusahaan outsourcing. Jadi kalau ada masalah hukum, tanggung jawab dilempar ke pihak ketiga.